Catatan Capt Zaenal Arifin Hasibuan.
Musim angin barat selalu menjadi momok bagi pelayaran niaga dan nelayan, terutama untuk daerah yang seluruh pantainya menghadap ke arah barat. Di musim ini selain curah hujan tinggi, juga disertai angin kencang yang bisa membahayakan k8apal dan pesisir pantainya.
Kabupaten Pandeglang adalah wilayah yang memiliki pantai terpanjang di Provinsi Banten, yakni mencapai 307 kilometer serta pulau terbanyak yakni 33 pulau, diantaranya Pulau Tinjil, Panaitan dan Peucang. Di kabupaten ini terdapat Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) yang telah ditetapkan sebagai Warisan Dunia oleh UNESCO pada tahun 1991. Selain Badak Jawa, masih ada beberapa lagi hewan langka yang dilindungi didalam Taman Nasional tertua di Indonesia ini.
Pandeglang sendiri memiliki KUPP Kelas 3 Labuan yang lokasinya tidak jauh dari PLTU Labuan. Sementara alur laut Kabupaten Pandeglang dilintasi kapal antar benua, dan pastinya kapal-kapal yang menuju ke selatan pulau jawa seperti Cemindo di Bayah, PLTU Pelabuhan Ratu, Cilacap sampai ke PLTU Pacitan.
Apabila kita gabungkan elemen-elemen Angin barat, Taman Nasional Ujung Kulon, Alur Kapal Niaga, dan Syahbandar dalam perpektif Undang Undang 17 tahun 2008/ UU 66 tahun 2024 maka hasilnya adalah Keselamatan dan Keamanan Pelayaran serta Perlindungan Lingkungan Maritim yang memang menjadi tugas pemerintah.
Dalam satu dekade ini, banyak kecelakaan kapal dan tongkang di wilayah laut Kabupaten Pandeglang. Sayangnya kejadian tersebut seperti tidak dicari root cause analysis nya untuk menentukan langkah perbaikan guna meminimalisir kecelakaan kapal dan tongkang. Sialnya lagi, banyak kecelakaan tersebut terjadi di area konservasi dan mengganggu kehidupan habitat yang dilindungi pemerintah dan UNESCO.
Banyaknya bangkai kapal akibat dari kecelakaan yang tidak ditangani menjadi masalah bagi beberapa pihak terutama Taman Nasional Ujung Kulon, serta masyarakat pesisir. Apalagi penutuhan (pemotongan kecil-kecil) bangkai kapal di pantai sudah menjadi kegiatan umum yang dilakukan di kabupaten Pandeglang. Hal ini sudah jelas dilarang oleh pemerintah dan IMO (Hongkong Convention) karena banyaknya zat kimia yang membahayakan saat pemotongan kapal dilakukan di tempat yang tidak memiliki izin.
Saat ini juga sedang ada masalah pencemaran hebat yang terjadi tepat di samping PLTU Labuan, dimana sebuah tongkang kandas dan patah serta menumpahkan seluruh muatannya kelaut dan pesisir pantai. Ini adalah pengulangan kejadian-kejadian tahun sebelumnya yang tidak dijadikan pelajaran serta dicarikan jalan keluarnya oleh pejabat berwenang di KUPP Labuan. Bahkan sekedar memerintahkan PLTU memasang mooring buoy saja tidak dilakukan.
Di Pandeglang selatan masih ada lagi kapal kandas yang hampir patah (MV Felya) yang dikhawatirkan akan ada pencemaran minyak disana. Tidak jauh dari MV Felya juga ada tongkang DBD 3208 dan tug boat Daya 28 yang terdampar tanggal 1 Februari 2024. Di sana juga masih ada sisa bangkai tongkang yang belum diselesaikan selama bertahun-tahun.
Penulis sendiri baru-baru ini melakukan kegiatan pembersihan tumpahan batubara di TNUK atas perintah dari Direktorat Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup (PSLH), Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akibat dari kecelakaan kapal pada tahun 2023 yang tidak dibersihkan secara langsung. Sama-sama kita pahami bahwa semestinya saat terjadi kecelakaan kapal dan dilakukan usaha salvage, maka kegiatan itu harus bisa diselesaikan dengan mengangkat kapal beserta muatannya. Tetapi yang terjadi adalah muatan yang tumpah itu tidak ditangani secara langsung sehingga berlarut-larut sampai 1 tahun lebih dan membuat KLH serta Balai Taman Nasional Ujung Kulon bertindak untuk menyelamatkan wilayahnya.
Karena TNUK secara khusus dilindungi oleh Undang-undang No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam dan Undang-undang No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan, maka setiap kegiatan harus tunduk kepada peraturan khusus tersebut. Dengan kata lain berlakulah adagium hukum lex specialis derogate lex generalis.
Saat kegiatan pembersihan dilakukan, bukannya membantu, pihak KUPP Labuan malah menggerakkan massa untuk mendemo dan melaporkan kegiatan yang dilaksanakan berdasarkan hukum khusus tersebut ke pihak kepolisian. Padahal penulis sudah meminta arahan dari Direktur KPLP atas kegiatan yang dilakukan. Tindakan kontra produktif ini jelas bertentangan dengan tupoksinya sendiri dalam melindungi lingkungan maritim dan menjaga keselamatan serta keamanan pelayaran.
Atas dasar penjelasan diatas, maka langkah pemerintah yang paling nyata dan positif adalah mengganti petugasnya yang tidak kompeten dengan orang-orang yang memiliki passion, memiliki pengalaman, pendidikan serta pengetahuan mendalam tentang pelayaran. Karena arti dari pelayaran itu sendiri menurut UU 17 tahun 2008 adalah satu kesatuan dari kegiatan Angkutan Perairan, Kepelabuhanan, Keselamatan dan Keamanan, serta Perlindungan Lingkungan Maritim.