Foto: ITF |
Kritik keras datang dari Federasi Pekerja Transportasi Internasional (ITF) terhadap Singapura terkait penanganan kasus pengabaian awak kapal baru-baru ini.
Kasus ini melibatkan kapal-kapal Yangtze Harmony (berukuran 11.670 GT dan dibangun pada tahun 2004) dan Yangtze Fortune (berukuran 11.670 GT dan dibangun pada tahun 2005), yang keduanya ditinggalkan oleh pemilik mereka di Singapura dan Australia.
Menurut ITF, awak kapal Yangtze Harmony harus menunggu selama lebih dari lima bulan di Singapura, sementara awak kapal Yangtze Fortune kembali ke negara asal mereka hanya dalam beberapa minggu.
ITF juga menyatakan bahwa pengalaman kedua awak kapal tersebut tergantung pada dukungan, promosi, dan kepatuhan terhadap hak buruh dan hak asasi manusia awak kapal oleh pihak-pihak yang berkewajiban.
Pada kasus Yangtze Fortune, awak kapal mendapat informasi yang jelas tentang kasus mereka, termasuk akses ke perawatan medis dan cuti di pelabuhan. Sebagian dari mereka bahkan menikmati makan malam Natal di kapal mereka, yang disediakan oleh Lembaga Kesejahteraan Sosial Salvation Army, yang membantu meningkatkan semangat mereka hingga akhirnya kapal tersebut dijual dan upah para awak kapal dibayar.
ITF menyoroti peran penting yang dimainkan oleh Otoritas Federal Australia dalam memberikan dukungan dan informasi kepada awak kapal Yangtze Fortune, yang membuat proses penyelesaian kasus tersebut menjadi lebih lancar.
ITF menyatakan bahwa semua negara pelabuhan harus merespons kasus seperti ini dengan cepat demi kesejahteraan awak kapal, dan bahwa Singapura mungkin melanggar Konvensi Buruh Maritim (MLC) dengan menunda proses penyelesaian kasus selama lebih dari lima bulan.
Disamping itu juga ITF menyatakan bahwa pengalaman kedua awak kapal tersebut tergantung pada dukungan, promosi, dan kepatuhan terhadap hak buruh dan hak asasi manusia awak kapal oleh pihak-pihak yang berkewajiban.
Koordinator jaringan kampanye bendera kemudahan ITF untuk Asia Pasifik, Sandra Bernal, menekankan pentingnya respons yang cepat dan efektif dari negara pelabuhan dalam menangani kasus pengabaian awak kapal. Ia berharap ada pendekatan yang sama diadopsi oleh negara pelabuhan lainnya di seluruh dunia.
***Dilansir dari: TradeWindsNews. com