Butuh Keberanian Untuk Memperbaiki Mutu Sistim Pendidikan Pelaut -->

Iklan Semua Halaman

Butuh Keberanian Untuk Memperbaiki Mutu Sistim Pendidikan Pelaut

26 April 2023

Catatan; Capt (C), Dwiyono S.M.Mar


Adalah satu proses dapat memetik banyak pelajaran di dalamnya pada saat hadir sebagai pendamping Penasihat Ahli Nautika dalam majelis Mahkamah Pelayaran.


Penasihat Ahli banyak mencatat (sekitar 21 butir) selama 2 hari persidangan, temuan-temuan objektif kelemahan dari mutu Pelaut Indonesia, termasuk kelemahan mutu dari Manajemen operator/pemilik kapal yang dipertanyakan oleh para Panel Ahli selama sidang Mahkamah Pelayaran berlangsung.


Adapun catatan temuan-temuan tersebut antara lain (tidak semuanya sebanyak 21 butir):

- Kurang menguasai peraturan hukum maritim berkenaan dengan Peraturan Pencegahan Tubrukan di Laut (P2TL-1972).

- Kecakapan Pelaut yang kurang baik saat dinas jaga bernavigasi adalah menjadi salah satu temuan.

- Respon terhadap kondisi darurat (emergency) saat terjadi kecelakaan di atas kapal nampak lamban dan tidak terlatih dengan baik.

- Penggunaan alat bantu navigasi elektronik terkesan tidak sepenuhnya menguasai dengan data-data yang ditampilkan sebagai sarana informasi saat bernavigasi.

- Kurang kepedulian untuk mempersiapkan sarana isyarat bunyi (suling kapal) dan isyarat cahaya (aldist lamp), yang sangat dibutuhkan sebagai salah satu komunikasi dini untuk mendapatkan perhatian awal.

- Standard marine vocabulary dalam Bahasa Inggris teramati bahwa kemampuan penguasaannya masih belum memenuhi standar mutu yang diharapkan sebagai praktisi. Komunikasi standard saat bernavigasi dalam Bahasa Internasional sangat krusial, karena potensi akar permasalahan terjadinya tubrukan kapal dapat timbul dari mis-komunikasi.

- Master Standing Order sebagai salah temuan dalam sidang, satu kunci acuan baku di setiap kapal standard konvensi adalah harus dibuatnya Master Standing Order oleh setiap perusahaan kapal yang memegang Safety Management Certificate (SMC) diduga tidak ada. Karena dalam Master Standing Order tertuang hal-hal minimum antara lain:

Acuan umum (General), Sehat saat dinas Jaga (Fitness for Duty), 

Dinas Jaga Navigasi (Navigational Watch – Primary responsibility of the Officer of Watch),

 Pengamatan di anjungan (Look Out), 

Serah terima dinas jaga (Taking over the watch), Pelaksanaan jaga Navigasi (Performing the navigational watch), 

Pemanggilan Nakhoda (Occasions to call Master), Prosedur memanggil bantuan tambahan (Procedures to call for extra assistance), Navigasi dengan Pandu (Navigation with Pilot onboard),

Dinas jaga dalam kondisi khusus (Watch keeping under different conditions), 

Kapal saat Labuh jangkar (Ship at anchor), 

Daftar periksa Navigasi (Navigation Checklists in SMS), 

Batas toleransi Lunas Kapal (Company’s Under Keel Clearance Policy), 

Perlindungan lingkungan laut (Protection of marine environment), 

Patroli Keselamatan (Safety Fire Rounds), Nakhoda mengambil alih control anjungan (Master taking over the con), 

Sistim alarm navigasi di anjungan (Bridge Navigational Watch Alarm System/BNWAS), 

Penggunaan telepon genggam (Mobiles phones)


- Dalam sidang juga mempertanyakan tentang Master Night order book, dimana diduga juga bahwa ada kemungkinan tidak dilaksanakan secara konsisten. Bila semua Perwira jaga Navigasi sudah memahami isi dari Master Standing Order dan tambahan pesan-pesan khusus malam hari dari seorang Nakhoda yang ditulis tangan dalam halaman Night order book, maka semua Perwira jaga navigasi wajib menanda tangani halaman Night order book yang sama sebagai tanda memahami perintah khusus yang berlaku malam itu.


- Diamati dalam sidang bahwa familiarisasi kru (Crew familiarization) terkait SMS manual tidak dilaksanakan dengan baik. Kru juga tidak memahami apa itu 2 kategori familiarisasi, antara familiarisasi tehnis dan familiarisasi non-tehnis.


Kru harus benar-benar memahami apa itu 2 kategori familiarisasi, yaitu:

a. Kategori familiarisasi tehnis saat hand over, terkait kondisi kapal.

b. Kategori familiarisasi non-tehnis, terkait kebijakan perusahaan khususnya yang tertuang dalam SMS manual sebagai kebijakan aturan mutu tatakelola keselamatan kerja di atas kapal.


Seluruh kru yang telah membaca SMS manual, harus segera mengisi lembar crew familiarization dan menanda tangani dalam kolom yang disediakan, jangan lupa tanggal penanda tanganan.


Khusus bagi tingkat Perwira-perwira Senior sesuai yang diaturkan dalam ISM-Code, maka familiarisasi wajib diadakan di kantor pusat sebelum naik kapal sebagai pembekalan khusus. Selesai familiarisasi, wajib mengisi format familiarisasi standard dan bubuhkan tanda tangan berikut tanggal familiarisasi.


- Log book kapal, Radar log, Radio log disinggung juga oleh para Panel Ahli Mahkamah Pelayaran, dimana diduga keakurasian pengisian buku-buku catatan kapal tersebut mencerminkan bukan sebagai kebiasaan pelaut yang baik. Semua buku-buku catatan kapal memang tidak akan digali isinya bila semua kondisi aman di atas kapal. Namun bila terjadi suatu investigasi terhadap insiden apapun di atas kapal, maka semua buku-buku catatan tersebut akan dijadikan bukti yang memiliki kekuatan konsekwensi hukum dan dapat berdampak terhadap kerugian yang sangat besar bagi pemilik kapal karena pihak asuransi bisa saja tidak mau membayarkan ganti rugi akibat dari bukti-bukti kuat tidak tertulisnya catatan insiden yang terjadi.


Tulisan ini dibatasi dari aspek sisi pelaut saja tanpa melebar potensi sumber akar permasalahan yang lainnya, mengingat bahwa ada Perwira Nautikanya yang sudah memegang ijazah ANT-1 duduk sebagai Terduga dalam sidang. 


Pertanyaan yang timbul adalah, dengan penguasaan pengetahuan yang tidak sesuai yang diharapkan industri bahwa profesi tersebut siap melayani jasa publik, apakah Profesi Perwira Pelayaran yang dihasilkan memang sedang baik-baik saja? 


Harapan dari temuan-temuan Panel Ahli Mahkamah Pelayaran diatas adalah tentunya, semua pihak terkait yang memiliki andil dalam mencetak SDM Pelaut niaga turut juga mengambil hikmah pelajaran untuk perbaikan-perbaikan mutu dalam mencetak Perwira Pelayaran Niaga yang kredible.


Mengapa judul artikel di atas berbunyi BUTUH KEBERANIAN UNTUK MEMPERBAIKI MUTU SISTIM PENDIDIKAN PELAUT? 

Karena memang para pihak yang memiliki otoritas terhadap kesinambungan mutu Pendidikan Perwira Pelayaran Niaga harus memiliki keberanian mendengar, mengamati dan mencerna masukan-masukan objektif dari masyarakat profesi terkait dan Industri untuk melakukan evaluasi akan hasil SDM yang mereka didik sejauh ini sampai dengan proses asesmen, hingga siap melayani publik atas jasa profesinya. 


Butir-butir masukan di atas juga adalah secara obyektif yang notabene adalah rangkuman dari sisi pandang para Panel Ahli Mahkamah Pelayaran, dibawah Lembaga kementerian yang sama.


Salah satu solusi terbaik menurut penulis adalah, sudah bukan jamannya lagi institusi yang memiliki kewenangan Pendidikan Pelayaran Niaga menutup diri dari keterbukaan berkolaborasi dengan masyarakat profesi tenaga ahli terkait sebagai pihak yang indpenden dan melibatkan juga pemangku kepentingan lainnya seperti pihak industri. 


Kolaborasi demikian dipertimbangkan tepat, karena ada kemungkinan bahwa banyak dari para pendidik-pendidik dalam DIKLAT SDM Pelaut tersebut minim pengalaman sebagai praktisi, dengan pengalaman juga yang kurang mendukung sebatas posisi belum sebagai Nakhoda atau Chief Engineer atau Perwira Senior ditas kapal-kapal niaga dengan tingkat pelayaran Internasional. 


Pengalaman yang mumpuni dengan posisi tingkat manajerial diatas kapal-kapal foreign going adalah satu keuntungan bagi pendidik berlatar belakang praktisi yang unggul. Ada pepatah yang mengatakan: “Pelaut yang handal lahir dari gejolaknya samudera”


Kolaborasi semua pihak pemangku kepentingan dengan saling mengisi untuk menutup lubang-lubang kelemahan bagi peningkatan mutu SDM maritim adalah merupakan tanggung jawab moral bersama.


Mampukah kita sebagai negara poros martim? Kita mampu, bila kita berani untuk mau.