Pembaca yang budiman, apakah anda pernah berlayar ke Finlandia? Sebelum memulai terlalu jauh menjelaskan soal pemanduan, penulis ingin membagikan pengalaman saat bekerja selama 12 tahun diatas kapal-kapal Eropa yang berlayar di Eropa Utara yang dingin dan selalu mengalami Westerly Gale Force wind.
Jika kita berlayar masuk ke laut Baltik dari Kiel Kanal atau dari Skaggerak, begitu melewati pulau Bornholm kita akan mendapati angin kencang yang sangat dingin. Kenapa demikian? Karena semakin ke timur di laut Baltik maka air laut akan semakin tawar dan semakin banyak es, ingat bahwa laut membeku jika temperatur sangat dingin dan salinity air rendah. Makin keatas di laut Baltik maka alamnya akan berubah sama sekali. Saat kapal melewati kepulauan Aaland/ Mariehamn yang berseberangan dengan Turku kita akan merasa ada di planet lain. Sebab laut seluruhnya berwarna putih ditutupi lapisan es setebal 75 cm sampai diujung Bothnia bay yaitu pelabuhan Kemi dan Tornio. Khusus trayek Jerman ke Bothnia bay, penulis menjalani dalam 5 consecutive years tanpa putus diatas kapal StoRo pengangkut mobil dari Jerman dan kertas dari Finlandia.
Mengapa Finlandia memutuskan akan menjadi pionir untuk remote pilotage? Trigger dari hal ini 2 saja ;
1. Habisnya pelaut Eropa Utara.
The shortage of experienced seafarers in europe was in accute stage, back to 1999. Saat itu Uni Eropa membuka pintu untuk perwira dari luar Schengen (Uni Eropa) untuk mengikuti ujian persamaan agar dapat menjadi nakhoda dan perwira senior di kapal berbendera Uni Eropa. Maka dimulailah era unmanned atau reduced manned. Engineer kapal sudah bekerja secara remote dari beberapa tempat untuk bisa memonitor kamar mesinnya. Crew kapal ukuran 6000 DWT diisi 6 sampai 8 orang saja.
Setelah kekurangan perwira senior, secara otomatis pada awal millenium Uni Eropa kekurangan tenaga pandu, yang pada akhirnya mereka juga kekurangan syahbandar yang memiliki background perwira kapal niaga. Khusus untuk syahbandar, pernah dibahas pada 2016 oleh eMaritim dengan judul ; Seafarers, Sea Pilot and Harbor Master
Jadi, kekurangan perwira nautis inilah yang mendorong mereka menciptakan teknologi tersebut. Karena membayar tenaga pelaut asing/ pandu asing merupakan cash out dari devisa sektor transportasi laut mereka. To save it, there's no other way than outonomus/ remote/ reduce manned vessel.
2. Kondisi cuaca yang extrem.
Di plimsol mark semua kapal internasional ada notasi WNA (Winter North Atlantic) yang menandakan batasan paling buruk dari keadaan cuaca, dimana kapal harus mengurangi DWT nya. Khusus negara Skandinavia, selain angin kencang, maka problem mereka adalah Freezing sea, lautnya membeku.
Pada bulan November - Maret, laut Baltik terutama Bothnia bay membeku. Lapisan Es setebal 75 cm mulai dari Mariehamn/ Turku sampai ke Tornio/ Kemi diujung Bothnia bay. Pergi melaksanakan kegiatan pemanduan harus menggunakan pilot boat khusus dgn Propeller di udara seperti Hovercraft. Dengan minimnya tenaga pandu ditambah cuaca seperti itu, pekerjaan memandu kapal menjadi sangat berat dan membahayakan, terutama saat memanjat Pilot Ladder. Orang akan mati beku jika jatuh ke air bertemperature -20°C hanya dalam 2 menit.
Keadaan tersebutlah yang pada akhirnya memaksa mereka (negara Skandinavia) mencari cara lain untuk menjamin kelangsungan roda ekonomi negara dengan tetap mengedepankan safety dari pekerja.
Hal diatas sangat jauh berbeda dengan kondisi Indonesia, dimana SDM melimpah, teknologi belum sampai kearah sana, rambu navigasi sampai saat ini masih banyak yg tidak berfungsi. Indonesia memiliki keadaan cuaca relatif baik, serta safety dari pelayaran masih menjadi pekerjaan rumah yang belum terselesikan, disamping kejelasan peraturan di perairan masih simpang siur sampai hari ini.
Kegiatan pemanduan adalah kegiatan Man to Man tanpa interupsi dari alat komunikasi dan perangkat elektronik. Apalagi kegiatan pemanduan menyandarkan kapal, sampai saat ini Feel dari seorang pandu masih sulit dibayangkan untuk diubah menjadi perangkat elektronik. Tetapi apabila tujuannya efisiensi ekonomi untuk membantu pemerintah, sebaiknya diformulasikan saja untuk nakhoda yang reguler dengan pelabuhan tertentu untuk diberikan Exemption Certificate dengan beberapa persaratan. Jadi tidak perlu ada biaya pandu dan tunda.
Sebagai negara yang akan memiliki bonus demografi besar-besaran sekitar 64% usia produktif dari total penduduk pada tahun 2030 nanti, Indonesia termasuk salah satu negara penyuplai tenaga pelaut utama di dunia. Jika total penduduk diperkirakan mencapai 297 juta pasa saat itu, maka akan ada 190 juta penduduk dengan usia produktif.
Biarkan sementara ini Finlandia yang memiliki penduduk hanya 5 juta, atau Norwegia yang juga memiliki penduduk 5 juta melakukan terobosan untuk mempertahankan kelangsungan ekonomi mereka dibidang maritim dengan menciptakan segala hal serba autonomous atau serba remote. Indonesia adalah negara berbeda dengan permasalahan berbeda dan butuh banyak lapangan pekerjaan untuk para pelaut dan tenaga ahli pandunya.