eMaritim.com - Tidak adanya kejelasan penataan alur pelayaran di sungai saat melewati jembatan-jembatan dan daerah kritis di Indonesia menjadi penyebab seringnya jembatan tertabrak oleh kapal atau tongkang yang lewat secara terus menerus. Hal ini bahkan berubah menjadi lahan bisnis baru tanpa fungsi yang berarti bagi keselamatan pelayaran.
Sebaiknya kita berhenti untuk selalu menyalahkan nakhoda kapal yang nahas. Sepandai apapun seorang nakhoda kapal bermanuver, ketika menarik tongkang berbobot 8000 ton dibelakang serta arus sungai yang mendorong nya, maka siapapun akan kesulitan melakukannya.
Bahwa dalam bermanuver yang baik setiap kapal harus melakukannya di saat air tenang atau bermanuver melawan arus adalah hal yang sulit dilakukan di hulu sungai di Indonesia. Hampir pasti tug boat dan tongkang di daerah seperti itu berlayar didorong arus pada kondisi muatan penuh menuju muara atau laut. Dan itu adalah kondisi tersulit untuk bisa mengontrol arah dan laju tongkang dibelakangnya.
Lalu apakah kita menyerah begitu saja dengan keadaan tersebut? Tentu tidak boleh, benar bahwa kita tidak bisa merubah alam tapi kita bersiasat untuk bisa bernavigasi dengan selamat.
Di sungai-sungai besar Eropa, dan benua Amerika hal tersebut juga rutin dilakukan. Tetapi mereka memiliki pengaturan yang baik sehingga aset penting negara (jembatan) terjaga dengan baik.
Ada lebih dari 14 cara yang bisa dilakukan untuk melindungi kaki jembatan agar tidak tertabrak oleh kapal-kapal yang lewat. Berikut eMaritim jabarkan hal yang umum dilakukan di negara-negara yang memiliki banyak kapal yang benavigasi di dalam sungai.
1. Standard Operational Procedure melewati jembatan, disertai pengaturan zona pengawasan per region baik pengamatan radar ataupun radio harus segera dibuat.
2. Pengaturan kapan kapal boleh jalan dan kapan menunggu harus ditentukan.
3. Tug Boat harus memiliki Pusher Knee yang besar dan kuat untuk posisi dorong jika dibutuhkan saat bermanuver dengan tongkang.
4. Sarana perlindungan kaki jembatan harus dilengkapi fender guide yang cukup panjang di kedua sisi jembatan.
5. Dolphin/Jetty harus dibuat di kedua sisi sungai untuk kapal menunggu sampai saat yang diijinkan untuk lewat, atau jika kapal mengalami gangguan teknis dan harus diperbaiki.
6. Tanda signal lampu merah dan hijau yang bisa dilihat dari jauh, menandakan kapal boleh jalan atau harus menunggu.
7. Tanda keterangan kekuatan arus sungai harus mudah dilihat oleh kapal dari kedua sisi jembatan, dan secara rutin diberitakan oleh otoritas setempat.
8. Tanda Air Draft di kolong jembatan harus jelas terbaca oleh kapal dari kedua sisi.
9. Nakhoda/ navigator harus berpengalaman, dilakukan asessment oleh organisasi profesi yang PROFESSIONAL dibidang kompetensi navigator.
10. Tug boat yang melewati jembatan harus memiliki kemampuan Bollard Pull yang sepadan dengan bebannya. Pengetesan bisa dilakukan secara berkala oleh lembaga independen yang ahli dibidang itu.
11. Penguatan Kaki Jembatan adalah faktor lain yang harus bisa dibuat, misalnya dengan mendangkalkan area sekitar kaki jembatan atau dengan sistem Dolphin yang kuat, tidak hanya sekedar Vertikal Pile yang selama ini ada. Ini adalah faktor terbesar yang bisa mengeliminir resiko jembatan tertabrak kapal secara permanen.
12. Desain tongkang berbanding tug boat penariknya harus disesuaikan, seperti di sungai St Lawrence Kanada atau sungai-sungai di Eropa daratan.
13. Posisi Pandu (jika ada dan diminta) harus berada di tongkang untuk mengarahkan dan memberikan advice kepada kapal kapal penariknya.
14. Kapal assistance ( Jika ada dan diminta) harus memiliki kemampuan mesin baik, memiliki Pusher Knee, Camelong dan mampu menahan bobot tongkang dengan mesinnya. Posisi kapal ini harus terikat dengan kuat dibelakang tongkang berfungi menahan laju dan mengarahkan tongkang.
Kajian Pemerintah dan otoritas yang kompeten dalam menentukan cara perlindungan Aset Nasional seperti Jembatan sudah seharusnya melibatkan para ahli dari berbagai pihak, agar hasilnya benar benar komperhensip dengan mengeliminasi resiko itu sebaik-baiknya.
Semua hal yang dijabarkan diatas bisa dipakai sebagai dasar melindungi jembatan dari resiko tertabrak kapal.
Kegiatan Pemanduan dan Tug assist dikolong jembatan yang populer di Indonesia bukanlah hal permanen yang bisa menjamin bahwa kapal tidak akan menabrak jembatan, karena hazard nya tetap tidak dilindungi secara komperhensip. Ini lebih kepada penarikan tarif tanpa kajian yang memadai. Hal ini hanya menjadikan ekonomi biaya tinggi karena orientasi melindungi kaki jembatan berubah menjadi target pemasukan.
Ini terbukti di beberapa daerah bahwa tug assist dan pandu bukan faktor yang kuat untuk mengeliminasi resiko jembatan ditabrak kapal, karena masih saja jembatan tertabrak tongkang walaupun ada pandu dan tug assistnya.
Jauh lebih baik membuat standarisasi bagi nakhoda yang kapalnya melewati jembatan dan meningkatkan kemampuan bernavigasi dengan pelatihan dan pengujian yang berkualitas, ketimbang menempatkan pandu yang bahkan membuat sulit kapal karena harus menaikkan orang dan mengikat tali tug assist disaat krusial kapal mendekati jembatan.
(ZAH, a proud member of IKPPNI)
Sebaiknya kita berhenti untuk selalu menyalahkan nakhoda kapal yang nahas. Sepandai apapun seorang nakhoda kapal bermanuver, ketika menarik tongkang berbobot 8000 ton dibelakang serta arus sungai yang mendorong nya, maka siapapun akan kesulitan melakukannya.
Bahwa dalam bermanuver yang baik setiap kapal harus melakukannya di saat air tenang atau bermanuver melawan arus adalah hal yang sulit dilakukan di hulu sungai di Indonesia. Hampir pasti tug boat dan tongkang di daerah seperti itu berlayar didorong arus pada kondisi muatan penuh menuju muara atau laut. Dan itu adalah kondisi tersulit untuk bisa mengontrol arah dan laju tongkang dibelakangnya.
Lalu apakah kita menyerah begitu saja dengan keadaan tersebut? Tentu tidak boleh, benar bahwa kita tidak bisa merubah alam tapi kita bersiasat untuk bisa bernavigasi dengan selamat.
Di sungai-sungai besar Eropa, dan benua Amerika hal tersebut juga rutin dilakukan. Tetapi mereka memiliki pengaturan yang baik sehingga aset penting negara (jembatan) terjaga dengan baik.
Ada lebih dari 14 cara yang bisa dilakukan untuk melindungi kaki jembatan agar tidak tertabrak oleh kapal-kapal yang lewat. Berikut eMaritim jabarkan hal yang umum dilakukan di negara-negara yang memiliki banyak kapal yang benavigasi di dalam sungai.
1. Standard Operational Procedure melewati jembatan, disertai pengaturan zona pengawasan per region baik pengamatan radar ataupun radio harus segera dibuat.
2. Pengaturan kapan kapal boleh jalan dan kapan menunggu harus ditentukan.
3. Tug Boat harus memiliki Pusher Knee yang besar dan kuat untuk posisi dorong jika dibutuhkan saat bermanuver dengan tongkang.
4. Sarana perlindungan kaki jembatan harus dilengkapi fender guide yang cukup panjang di kedua sisi jembatan.
5. Dolphin/Jetty harus dibuat di kedua sisi sungai untuk kapal menunggu sampai saat yang diijinkan untuk lewat, atau jika kapal mengalami gangguan teknis dan harus diperbaiki.
6. Tanda signal lampu merah dan hijau yang bisa dilihat dari jauh, menandakan kapal boleh jalan atau harus menunggu.
7. Tanda keterangan kekuatan arus sungai harus mudah dilihat oleh kapal dari kedua sisi jembatan, dan secara rutin diberitakan oleh otoritas setempat.
8. Tanda Air Draft di kolong jembatan harus jelas terbaca oleh kapal dari kedua sisi.
9. Nakhoda/ navigator harus berpengalaman, dilakukan asessment oleh organisasi profesi yang PROFESSIONAL dibidang kompetensi navigator.
10. Tug boat yang melewati jembatan harus memiliki kemampuan Bollard Pull yang sepadan dengan bebannya. Pengetesan bisa dilakukan secara berkala oleh lembaga independen yang ahli dibidang itu.
11. Penguatan Kaki Jembatan adalah faktor lain yang harus bisa dibuat, misalnya dengan mendangkalkan area sekitar kaki jembatan atau dengan sistem Dolphin yang kuat, tidak hanya sekedar Vertikal Pile yang selama ini ada. Ini adalah faktor terbesar yang bisa mengeliminir resiko jembatan tertabrak kapal secara permanen.
12. Desain tongkang berbanding tug boat penariknya harus disesuaikan, seperti di sungai St Lawrence Kanada atau sungai-sungai di Eropa daratan.
13. Posisi Pandu (jika ada dan diminta) harus berada di tongkang untuk mengarahkan dan memberikan advice kepada kapal kapal penariknya.
14. Kapal assistance ( Jika ada dan diminta) harus memiliki kemampuan mesin baik, memiliki Pusher Knee, Camelong dan mampu menahan bobot tongkang dengan mesinnya. Posisi kapal ini harus terikat dengan kuat dibelakang tongkang berfungi menahan laju dan mengarahkan tongkang.
Kajian Pemerintah dan otoritas yang kompeten dalam menentukan cara perlindungan Aset Nasional seperti Jembatan sudah seharusnya melibatkan para ahli dari berbagai pihak, agar hasilnya benar benar komperhensip dengan mengeliminasi resiko itu sebaik-baiknya.
Semua hal yang dijabarkan diatas bisa dipakai sebagai dasar melindungi jembatan dari resiko tertabrak kapal.
Kegiatan Pemanduan dan Tug assist dikolong jembatan yang populer di Indonesia bukanlah hal permanen yang bisa menjamin bahwa kapal tidak akan menabrak jembatan, karena hazard nya tetap tidak dilindungi secara komperhensip. Ini lebih kepada penarikan tarif tanpa kajian yang memadai. Hal ini hanya menjadikan ekonomi biaya tinggi karena orientasi melindungi kaki jembatan berubah menjadi target pemasukan.
Ini terbukti di beberapa daerah bahwa tug assist dan pandu bukan faktor yang kuat untuk mengeliminasi resiko jembatan ditabrak kapal, karena masih saja jembatan tertabrak tongkang walaupun ada pandu dan tug assistnya.
Jauh lebih baik membuat standarisasi bagi nakhoda yang kapalnya melewati jembatan dan meningkatkan kemampuan bernavigasi dengan pelatihan dan pengujian yang berkualitas, ketimbang menempatkan pandu yang bahkan membuat sulit kapal karena harus menaikkan orang dan mengikat tali tug assist disaat krusial kapal mendekati jembatan.
(ZAH, a proud member of IKPPNI)