eMaritim.com - Sebagai bentuk komitmen sejak diberlakukannya Traffic Separation Scheme (TSS) di Selat Sunda dan Selat Lombok pada tanggal 1 juli 2020 lalu, Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut terus memberikan perlindungan dan menciptakan keselamatan dan keamanan bagi kapal-kapal yang sedang berlayar. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan cq Direktorat Jenderal Perhubungan Laut melakukan perlindungan dan meningkatkan keselamatan pelayaran dengan menetapkan beberapa aturan, antara lain kewajiban lapor bagi kapal-kapal yang melintasi TSS Selat Sunda dan TSS Selat Lombok bagi kapal dengan tujuan menuju pelabuhan-pelabuhan Indonesia serta mengatur tata cara berlalu lintas di kedua selat tersebut.
Demikian sambutan Direktur Jenderal Perhubungan Laut, yang diwakili oleh Direktur Kenavigasian, Hengki Angkasawan saat membuka Acara Sosialisasi Implementasi Traffic Separation Schemes (TSS) Selat Lombok dan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 129 Tahun 2020 tentang Penetapan Sistem Rute di Selat Lombok di Bali.
Menurut Hengki Angkasawan, jalur transportasi laut bagi kapal-kapal niaga di wilayah Asia Timur selain melalui Selat Malaka juga melalui Selat Sunda dan Selat Lombok. Ketiga selat tersebut, merupakan jalur transportasi yang sangat vital dan strategis bagi pelayaran internasional, khususnya bagi negara-negara Asia Timur seperti negara China dan Jepang. Apabila terjadi hambatan pelayaran di kawasan Selat Malaka, maka jalur alternatifnya adalah melalui Selat Sunda dan Selat Lombok.
Selain itu, lanjutnya bahwa Selat Sunda dan Selat Lombok juga merupakan bagian dari Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), yang menghubungkan perairan samudera hindia melewati perairan indonesia. Penetapan ALKI ini merupakan konsekuensi indonesia sebagai negara kepulauan setelah pemerintah Indonesia Meratifikasi hukum laut internasional Unclos 1982 melalui Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan Negara Kepulauan (archipelagic state) oleh Konvensi PBB. Hal tersebut menjukkan bahwa Indonesia telah diakui oleh dunia internasional sebagai negara kepulauan yang mempunyai kedaulatan atas keseluruhan wilayah laut indonesia.
Lebih dari itu, lanjut Hengki bahwa peran strategis alur pelayaran di Selat Sunda dan Selat lombok selain sebagai jalur transportasi laut yang padat dan sering digunakan untuk pelayaran internasional, juga terdapat jalur penyeberangan yang dilalui kapal-kapal penumpang dari pulau jawa menuju pulau sumatera dan dari pulau jawa menuju pulau Nusa Tenggara Barat.
“Kepadatan lalu lintas di jalur Selat Sunda dan Selat Lombok tersebut berdampak pada meningkatnya angka kecelakaan di laut seperti tubrukan kapal dan hal ini menuntut pemerintah Indonesia dan semua pihak-pihak terkait untuk segera mencari solusi dan menetapkan langkah-langkah guna meminimalisir terjadinya musibah di laut” kata Hengki.
Lebih jauh, Hengki mengatakan guna melakukan perlindungan dan meningkatkan keselamatan pelayaran paska diberlakukannya TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok, Kementerian Perhubungan cq Direktorat Jenderal Perhubungan Laut telah menetapkan beberapa aturan, antara lain kewajiban lapor bagi kapal-kapal yang melintasi di TSS Selat Sunda dan TSS Selat Lombok dengan tujuan menuju pelabuhan-pelabuhan Indonesia serta mengatur tata cara berlalu lintas di kedua selat tersebut.
Selain itu, Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, juga telah menyusun suatu panduan bagi kapal-kapal yang akan melintas baik itu yang hanya melakukan lintas transit maupun yang akan menuju pelabuhan-pelabuhan yang ada di indonesia dengan menetapkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 129 Tahun 2020 tentang Penetapan Sistem Rute di Selat Lombok.
“Dengan ditetapkan aturan dimaksud, maka Sistem Pelaporan dan Informasi Navigasi di Selat Sunda dan Selat Lombok bersifat wajib, yaitu bagi semua kapal berbendera Indonesia yang melintas, menyeberangi/ memotong bagan Pemisah Lalu Lintas (TSS) melalui daerah kewaspadaan (precaution area). Sedangkan bagi semua kapal asing yang memasuki bagan pemisah lalu lintas (TSS) Selat Sunda dan Selat Lombok sangat dianjurkan untuk berpartisipasi dalam Sistem Pelaporan dan Informasi Navigasi,” kata Hengki.
Lebih lanjut, Hengki mengatakan komunikasi antar kapal dalam pelayaran di Selat Sunda dan Selat Lombok harus dilaksanakan dengan percakapan yang mudah dimengerti dan singkat. Bagi TSS Selat Sunda melalui Radio VHF pada channel 22 atau 68 dengan nama panggil Merak VTS, sedangkan TSS Selat Lombok melalui Radio VHF pada channel 16 atau 68 dengan nama panggil Benoa VTS, dimana semua kapal yang melewati TSS harus sepenuhnya melaksanakan tugas jaga dengar.
“Ke depan semua kapal yang hendak melewati jalur TSS Selat Sunda dan Selat Lombok diminta untuk memberikan informasi terkait kondisi kapal, antara lain informasi tentang ukuran kapal, baik dalam kondisi ballast maupun bermuatan dan apakah membawa kargo berbahaya serta informasi lainnya dengan tujuan untuk meningkatkan aspek perlindungaan serta keselamatan dan keamanan pelayaran,” tutup Hengki.
Demikian sambutan Direktur Jenderal Perhubungan Laut, yang diwakili oleh Direktur Kenavigasian, Hengki Angkasawan saat membuka Acara Sosialisasi Implementasi Traffic Separation Schemes (TSS) Selat Lombok dan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 129 Tahun 2020 tentang Penetapan Sistem Rute di Selat Lombok di Bali.
Menurut Hengki Angkasawan, jalur transportasi laut bagi kapal-kapal niaga di wilayah Asia Timur selain melalui Selat Malaka juga melalui Selat Sunda dan Selat Lombok. Ketiga selat tersebut, merupakan jalur transportasi yang sangat vital dan strategis bagi pelayaran internasional, khususnya bagi negara-negara Asia Timur seperti negara China dan Jepang. Apabila terjadi hambatan pelayaran di kawasan Selat Malaka, maka jalur alternatifnya adalah melalui Selat Sunda dan Selat Lombok.
Selain itu, lanjutnya bahwa Selat Sunda dan Selat Lombok juga merupakan bagian dari Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), yang menghubungkan perairan samudera hindia melewati perairan indonesia. Penetapan ALKI ini merupakan konsekuensi indonesia sebagai negara kepulauan setelah pemerintah Indonesia Meratifikasi hukum laut internasional Unclos 1982 melalui Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan Negara Kepulauan (archipelagic state) oleh Konvensi PBB. Hal tersebut menjukkan bahwa Indonesia telah diakui oleh dunia internasional sebagai negara kepulauan yang mempunyai kedaulatan atas keseluruhan wilayah laut indonesia.
Lebih dari itu, lanjut Hengki bahwa peran strategis alur pelayaran di Selat Sunda dan Selat lombok selain sebagai jalur transportasi laut yang padat dan sering digunakan untuk pelayaran internasional, juga terdapat jalur penyeberangan yang dilalui kapal-kapal penumpang dari pulau jawa menuju pulau sumatera dan dari pulau jawa menuju pulau Nusa Tenggara Barat.
“Kepadatan lalu lintas di jalur Selat Sunda dan Selat Lombok tersebut berdampak pada meningkatnya angka kecelakaan di laut seperti tubrukan kapal dan hal ini menuntut pemerintah Indonesia dan semua pihak-pihak terkait untuk segera mencari solusi dan menetapkan langkah-langkah guna meminimalisir terjadinya musibah di laut” kata Hengki.
Lebih jauh, Hengki mengatakan guna melakukan perlindungan dan meningkatkan keselamatan pelayaran paska diberlakukannya TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok, Kementerian Perhubungan cq Direktorat Jenderal Perhubungan Laut telah menetapkan beberapa aturan, antara lain kewajiban lapor bagi kapal-kapal yang melintasi di TSS Selat Sunda dan TSS Selat Lombok dengan tujuan menuju pelabuhan-pelabuhan Indonesia serta mengatur tata cara berlalu lintas di kedua selat tersebut.
Selain itu, Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, juga telah menyusun suatu panduan bagi kapal-kapal yang akan melintas baik itu yang hanya melakukan lintas transit maupun yang akan menuju pelabuhan-pelabuhan yang ada di indonesia dengan menetapkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 129 Tahun 2020 tentang Penetapan Sistem Rute di Selat Lombok.
“Dengan ditetapkan aturan dimaksud, maka Sistem Pelaporan dan Informasi Navigasi di Selat Sunda dan Selat Lombok bersifat wajib, yaitu bagi semua kapal berbendera Indonesia yang melintas, menyeberangi/ memotong bagan Pemisah Lalu Lintas (TSS) melalui daerah kewaspadaan (precaution area). Sedangkan bagi semua kapal asing yang memasuki bagan pemisah lalu lintas (TSS) Selat Sunda dan Selat Lombok sangat dianjurkan untuk berpartisipasi dalam Sistem Pelaporan dan Informasi Navigasi,” kata Hengki.
Lebih lanjut, Hengki mengatakan komunikasi antar kapal dalam pelayaran di Selat Sunda dan Selat Lombok harus dilaksanakan dengan percakapan yang mudah dimengerti dan singkat. Bagi TSS Selat Sunda melalui Radio VHF pada channel 22 atau 68 dengan nama panggil Merak VTS, sedangkan TSS Selat Lombok melalui Radio VHF pada channel 16 atau 68 dengan nama panggil Benoa VTS, dimana semua kapal yang melewati TSS harus sepenuhnya melaksanakan tugas jaga dengar.
“Ke depan semua kapal yang hendak melewati jalur TSS Selat Sunda dan Selat Lombok diminta untuk memberikan informasi terkait kondisi kapal, antara lain informasi tentang ukuran kapal, baik dalam kondisi ballast maupun bermuatan dan apakah membawa kargo berbahaya serta informasi lainnya dengan tujuan untuk meningkatkan aspek perlindungaan serta keselamatan dan keamanan pelayaran,” tutup Hengki.