Jakarta, eMaritim.com - Pada saat peninjauan proyek Pelabuhan Patimban di Kabupaten Subang Jawa Barat, Presiden Joko Widodo menargetkan peresmian Pelabuhan tersebut pada Juni 2020. Pelabuhan Patimban akan menjadi pelabuhan terbesar di Indonesia pada 2027 terutama untuk ekspor otomotif Indonesia.
Pembangunan Pelabuhan direncanakan dalam tiga tahapan proyek dengan total investasi sekitar Rp40 triliun. Pembangunan tahap pertama dengan total dana Rp 23,5 triliun yang terdiri atas dua fase, yaitu fase I sebesar Rp 14 triliun dan fase II sebesar Rp 9,5 triliun.
Pada tahap pertama fase I akan dibangun terminal peti kemas seluas 35 hektare dengan kapasitas 250.000 TEUs dan 25 hektare untuk terminal kendaraan utuh (completely build up) berkapasitas 218.000 unit.
Pada tahap pertama fase II akan dikembangkan terminal peti kemas seluas 66 hektare berkapasitas 3,75 TEUs, terminal kendaraan berkapasitas 382.000 unit kendaraan utuh (CBU), dan terminal Ro-Ro sepanjang 200 meter.
Pada tahap kedua, kapasitas pelayanan terminal peti kemas akan ditingkatkan menjadi 5,5 juta TEUs dan pada tahap ketiga akan ditingkatkan hingga 7,5 juta TEUs.
Supply Chain Indonesia (SCI) mengapresiasi pembangunan Pelabuhan Patimban yang berpotensi terhadap peningkatan efisiensi logistik industri. Selain mengurangi ketergantungan terhadap Pelabuhan Tanjung Priok yang aksesibilitasnya dari/ke beberapa kawasan industri terkendala kemacetan, keberadaan Pelabuhan Patimban akan meningkatkan persaingan sehat antar pelabuhan.
Apabila Pelabuhan Patimban difokuskan untuk ekspor industri otomotif, maka perlu dipertimbangkan pula pemanfaatannya untuk proses impor, sehingga tingkat penggunaan pelabuhan akan tinggi.
Selain untuk industri otomotif, Pelabuhan Patimban strategis bagi industri di Jawa Barat secara umum dan berpotensi mengalihkan volume ekspor-impor dari Pelabuhan Tanjung Priok. Berdasarkan analisis SCI, sekitar 79% volume ekspor dan 84% volume impor yang melalui Pelabuhan Tanjung Priok untuk industri di Jawa Barat.
Volume ekspor itu terutama dari wilayah Karawang (29% volume Tanjung Priok), Purwakarta (8%), dan Bandung (6%), serta tidak menutup kemungkinan dari Bekasi (32%). Sementara, volume impor itu untuk wilayah Karawang (36%), Purwakarta (9%), dan Bandung (6%), serta Bekasi (23%).
Dengan volume ekspor-impor yang melalui Pelabuhan Tanjung Priok sekitar 65% volume nasional, maka efisiensi yang bisa diperoleh dengan keberadaan Pelabuhan Patimban berpotensi berdampak positif terhadap peningkatan efisiensi logistik nasional.
Pelabuhan Patimban juga berpotensi penting dalam rencana pengembangan kawasan Bekasi-Karawang-Purwakarta (Bekapur) sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN) yang sangat penting karena kontribusi ekonomi yang tinggi, yaitu sekitar 15% dari industri nasional.
Pembangunan Pelabuhan direncanakan dalam tiga tahapan proyek dengan total investasi sekitar Rp40 triliun. Pembangunan tahap pertama dengan total dana Rp 23,5 triliun yang terdiri atas dua fase, yaitu fase I sebesar Rp 14 triliun dan fase II sebesar Rp 9,5 triliun.
Pada tahap pertama fase I akan dibangun terminal peti kemas seluas 35 hektare dengan kapasitas 250.000 TEUs dan 25 hektare untuk terminal kendaraan utuh (completely build up) berkapasitas 218.000 unit.
Pada tahap pertama fase II akan dikembangkan terminal peti kemas seluas 66 hektare berkapasitas 3,75 TEUs, terminal kendaraan berkapasitas 382.000 unit kendaraan utuh (CBU), dan terminal Ro-Ro sepanjang 200 meter.
Pada tahap kedua, kapasitas pelayanan terminal peti kemas akan ditingkatkan menjadi 5,5 juta TEUs dan pada tahap ketiga akan ditingkatkan hingga 7,5 juta TEUs.
Supply Chain Indonesia (SCI) mengapresiasi pembangunan Pelabuhan Patimban yang berpotensi terhadap peningkatan efisiensi logistik industri. Selain mengurangi ketergantungan terhadap Pelabuhan Tanjung Priok yang aksesibilitasnya dari/ke beberapa kawasan industri terkendala kemacetan, keberadaan Pelabuhan Patimban akan meningkatkan persaingan sehat antar pelabuhan.
Apabila Pelabuhan Patimban difokuskan untuk ekspor industri otomotif, maka perlu dipertimbangkan pula pemanfaatannya untuk proses impor, sehingga tingkat penggunaan pelabuhan akan tinggi.
Selain untuk industri otomotif, Pelabuhan Patimban strategis bagi industri di Jawa Barat secara umum dan berpotensi mengalihkan volume ekspor-impor dari Pelabuhan Tanjung Priok. Berdasarkan analisis SCI, sekitar 79% volume ekspor dan 84% volume impor yang melalui Pelabuhan Tanjung Priok untuk industri di Jawa Barat.
Volume ekspor itu terutama dari wilayah Karawang (29% volume Tanjung Priok), Purwakarta (8%), dan Bandung (6%), serta tidak menutup kemungkinan dari Bekasi (32%). Sementara, volume impor itu untuk wilayah Karawang (36%), Purwakarta (9%), dan Bandung (6%), serta Bekasi (23%).
Dengan volume ekspor-impor yang melalui Pelabuhan Tanjung Priok sekitar 65% volume nasional, maka efisiensi yang bisa diperoleh dengan keberadaan Pelabuhan Patimban berpotensi berdampak positif terhadap peningkatan efisiensi logistik nasional.
Pelabuhan Patimban juga berpotensi penting dalam rencana pengembangan kawasan Bekasi-Karawang-Purwakarta (Bekapur) sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN) yang sangat penting karena kontribusi ekonomi yang tinggi, yaitu sekitar 15% dari industri nasional.