Jakarta, eMaritim.com - Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia bidang
perhubungan meminta agar pemberian bunga kredit untuk modal kerja sektor
transportasi, khususnya pembangunan kapal disamakan dengan pembiayaan
infrastruktur.
Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia bidang Perhubungan
Carmelita Hartoto mengatakan, sarana dan prasarana harus disamakan, karena itu merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
"Skema pada Kredit Pembiayaan Infrastruktur, selain
tenor lebih panjang bunga kredit lebih kompetitif," kata Carmelita yang
juga Ketua Umum DPP INSA di celah-celah acara Fokus Group Discussion (FGD) di Menara KADIN Indonesia
Jakarta, Selasa (3/9/2019) yang mengusung tema Mewujudkan Transportasi Umum
yang Andal dan Efisien dan Berdaya Saing.
Idealnya, besaran bunga kredit untuk pembiayaan disamakan
antara sarana dan prasarana. Selama ini, beban bunga kredit pembiayaan dari
lembaga perbankan nasional belum memihak kepada sektor transportasi, terutama
pelayaran untuk pembangunan kapal.
Ketua Komite Tetap Sarana dan Prasarana Perhubungan KADIN
Indonesia Asmary Hery menambahkan,
sebagai negara maritim, harusnya ada prioritas sehingga industri pelayaran
nasional tumbuh dan berkembang serta mampu bersaing dengan pelayaran asing yang
sampai saat ini masih mendominasi pasar dalam negeri.
Asmary mengilustrasaikan, pemerintah memerintahkan pelayaran
nasional diperintahkan mebangun kapal di dalam negeri, memanfaatkan galangan
kapal nasional, agar bisa tumbuh bersama-sama. Namun tidak diikuti dengan
dukungan kredit modal kerja dari perbankan.
Padahal kapal, juga bagian dari infrastruktur.Pelabuhan yang
sekarang ini banyak dikembangkan dan dibangun pemerintah, kalau tidak ada kapal
yang datang juga akan menjadi sia-sia. Karena itulah, sarana dan prasarana
disatukan, terutama dalam pemberian skema kredit modal kerja.
"Kalau bunga yang diberikan pada pembiayaan
infrastruktur 7-8 persen, harusnya kepada kami di sektor transportasi juga
sama. Kami minta sarana disamakan dengan prasarana," tuturnya.
Sebagai negara maritim, peranan industri pelayaran nasional
cukup besar dalam mendongkrak pertumbuhan perekonomian nasional yang juga
diikuti bertumbuhnya industri galangan.
"Kami tetap meminta pemerintah lebih berpihak ke sektor transportasi, khususnya
pelayaran baik dari sisi fiskal dan non fiskal, sesuai amanat Undang-Undang
17/2008 tentang Pelayaran," tuturnya.
Atas dasar itu juga para pelaku usaha di sektor transportasi
meminta pemerintah memberikan jaminan
sehingga perbankan dapat menurunkan bunga kredit pembiayaan dengan tenor yang
lebih panjang.
Bunga bank 12 - 14 persen sangat sulit sektor tyransportasai
terutama industri pelayaran bersaing
dengan pelayaran asing."Yang dilakukan perbankan selama ini ialah
penggunaan skema business to business atau proyek per proyek dengan bunga bank
cukup tinggi sekitar 12 persen, apa bisa kita bgersaing dengan beban bunga yang
sedemikian besar," tutur Asmary.
Kalau bunga yang diberikan pada pembiayaan
infrastruktur 7 - 8 persen, harusnya
juga diberikan kapada sektor transportasi umum, khususnya pelayaran.
Hal senada juga disampaikan Ketua Komite Tetap Perhubungan
Udara KADIN Indonesia, Denon
Prawiraatmadja, yang menyebutkan, kalau kran bunga kredit pembiayaan
kompetitif tidak juga dibuka, maka para pelaku usaha di sektor transportasi
akan mencari pembiayaan dari luar negeri.
"Kami para pengusaha di sektor transportasi dengan
kondisi seperti ini yah, harus survive. Harus bisa terus bertahan," tutur
Denon.
Ditanya soal alasan sikap pelaku usaha meminta keringanan
bunga kredit pembiayaan lebih ringan, Denon mengatakan, industri nasional
terhadap pelaku industri lokal harus memiliki daya saing.
"Jangan sampai pelaku bisnisnya dari dalam negeri tapi
pembiayaan bersumber dari poihak asing.
Yang pasti,industri nasional terhadap pelaku industri lokal harus memiliki daya
saing kuat,"tegasnya.
Artinya, jangan sampai sebagian besar keuntungan dari
kegiatan transaksi bisnis dalam negeri mengalir ke luar negeri. "Kita
tidak bisa pungkiri, kita harus import kapal, pesawat, kita import juga
kendaraannya, dan dari segi
poembiayaan kita bisa memanfaatkan dari
lembaga keuangan di dalam negeri," tuturnya.
Karena itu dia meminta pihak perbankan nasional bagaimana
pelaku usaha lokal mendapatkan kompetitif value, karena selama ini pelaku usaha
banyak yang memanfaatkan poembiayaan yang lebih kompetitif dari luar negeri.
"Harapannya, kita bisa mendapatkan fasilitas yang lebih
baik dari perbankan lokal. Termasuk soal prosedur administratif, misalnya
penjaminan pinjaman," tuturnya.
Pada sisi lain Denon menegaskan, dalam FGD para narasumber
juga membahas soal prioritas pinjaman pembiayaan dari perbankan diprioritaskan
kepada perusahaan-perusahaan yang memang masih sangat membutuhkan pinjaman
modal kerja, ketimbang harus membuka peluang kepada perusahaan yang sudah kuat
modal dan tidak memerlukan lagi pinjaman.