![]() |
SAFE MANNING LEVEL AT (MODERN) MARINE TERMINALS
|
Jakarta, eMaritim.com - Pada tahun 2008, OIL COMPANIES
INTERNATIONAL MARINE FORUM (OCIMF) menerbitkan buku panduan berjudul : Manning
at Conventional Marine Terminals. Karena sifatnya adalah buku panduan yang
diterbitkan oleh badan independent tanpa otorisasi, maka semua hanya bersifat
sebagai REKOMENDASI.
Salah satu halaman menyatakan kalimat antara lain:Every terminal should establish manning levels to ensure that all operations related to the ship/shore interface can be conducted safely and that emergency situations can be managed.
Kata-kata “should establish” diatas bisa diartikan hanya
sebatas sangat disarankan (strongly recommended). Karena yang memiliki
kewenangan penuh untuk meningkatkan hirarkhie dari hanya sekedar esensi saran
menjadi esensi wajib hanyalah pihak yang memiliki mandat publik dengan predikat
pemerintah (= otoritas = Government to govern).
Filosofi IMO menggariskan safety of life at sea is subject
to safe manning level with proper competencies, dimana realisasi hal demikian
dituangkan dalam konvensi SOLAS dengan persyaratan bahwa setiap kapal (sebagai
alat) wajib memiliki SAFE MANNING CERTIFICATE dan diimbangi dengan kovensi STCW
yang mensyaratkan kompetensi SDM PELAUT (SEBAGAI OPERATOR tingkat Managerial
dan Operasioanal).
Kepatuhan Implementasi konvensi IMO adalah wajib, karena
semua negara (sebagai publik) mengakui (secara Internasional) mandat yang
dibebankan kepada IMO.
Dari dua pembanding diatas antara batas kewenangan meberi
saran dengan kewenangan penuh mewajibkan, kembali kepada topik, bagaimana dengan
perkembangan dari tahun 2008 ke jaman modern hingga tahun 2019 yang kemudian
menuntut : MANNING AT MODERN MARINE
TERMINAL (not CONVENTIONAL anymore) sebagai hal yang wajib (mandatory) demi
menjamin keselamatan operasioanl dermaga laut (marine terminal)???
Bila konvensi-konvensi IMO sebagai buku-buku suci maritim
yang selalu diperbaharui dengan amandemen-amandemen karena tuntutan kekinian
akan keselamatan operasional kapal di laut, bagaimana dengan imbangan
perkembangan konsep keselamatan operasional marine terminals sebagai interface
yang tidak bisa dipisahkan dengan operasional kapal laut?
Tuntutan (demand) keberadaan TERSUS dan TUKS sudah ada sejak
puluhan tahun yang lalu, terutama dalam interface industri minyak dan gas (oil
& gas), baik dermaga laut didarat (onshore marine terminal) maupun dermaga
laut lepas (offshore marine terminal).
Berdasarkan pengalaman dilapangan denga berganti-ganti
sampai dengan 33 perusahaan sebagai pembanding, umumnya perusahaan-perusahaan
swasta yang kredibel selalu menghormati konsep linieritas bidang disiplin ilmu
(kompeten akan bidangnya) dengan karakter operasional marine terminal yang
berisiko tinggi.
Atas azas dasar menghormati SDM yang kompeten dalam
bidangnya itulah yang meneyelamatkan perjalalan (profile) reputasi usaha yang
mereka jalankan, walaupun usaha yang dijalankan dengan risiko yang sangat
tinggi.
Karena mereka dikawal oleh para pakar sebagai SDM yang
mumpuni hingga tingkat manajerial, untuk mengambil keputusan tepat, akurat,
cepat dan manfaat (Competent person on the right seat to make a prompt decision
with accuracy without ambiguity).
Kesimpulan dari narasi bahasan diatas adalah :
Sudah saatnya semua pemangku kepentingan (stake holders)
terkait idealnya menerapkan konsep “Competent person on the right seat to make
a prompt decision with accuracy without ambiguity”, termasuk dalam menentukan
SAFE MANNING LEVEL to run SAFE MARINE TERMINALS yang mana umumnya memiliki
risiko operasional sangat tinggi.
Konsep ISO dan ISM dalam tatakelola keselamatan pelayaran
yang tidak bisa terpisahkan antara tatakelola darat sebagai pendukung industri
maritim, dan tatakelola pelayaran operasional laut sebagai ujung tombak.
Saran:
1. Bagi
peneyelenggara negara yang memiliki kewenangan penuh untuk mewajibkan, akan
lebih bijak untuk melakukan penelitian atau pengkajian dengan hasil Naskah
Akademik sebagai dasar naskah hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu
masalah yang ada dalam kaitan keberadaan marine terminal, dan dapat
dipertanggung jawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam
suatu Rancangan Undang-Undang sebagai solusi terhadap permasalahan dan
kebutuhan hukum masyarakat. Libatkan para pemangku kepentingan terkait, agar
hasil akhir aturan yang terbit dapat dilaksanakan dengan minim kendala.
2. Buku panduan
OCIMF dapat dijadikan dasar pengembangan penelitian dan kajian untuk
menentukan, salah satunya adalah persyaratan-persyaratan kualifikasi kompetensi
para SDM yang tepat dengan linieritas bidang disiplin ilmu yang tepat.
3. Perlunya
penertiban oleh penyelenggara Negara dengan menentukan kebijakan standarisasi
SDM dengan latar belakang operasional dan manajerial bidang maritim di setiap
marine terminal untuk jabatan-jabatan kritikal.
4. Pengontrolan
ketat dan berkala dilakukan terhadap penerapan dan pelaksanaan disetiap marine
terminal.
5. Sangsi yang
tegas bagi marine terminal yang lalai dalam implementasi, sebaliknya reward
juga disiapkan bila tertib dan disiplin taat pada aturan.
Semoga manfaat bagi peneyempurnaan dan kemajuan tatakelola
maritim secara terintegrasi.