Jakarta, eMaritim.com – Direktorat Jenderal Perhubungan Laut
menginstruksikan kepada seluruh Syahbandar dalam hal ini Marine Inspector di
Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut
agar melaksanakan pemeriksaan yang terkonsentrasi pada Emergency System dan
Procedures (Sistem dan Prosedur Darurat) untuk setiap kapal berbendera
Indonesia yang akan melakukan pelayaran internasional sebelum mengeluarkan
Surat Persetujuan Berlayar (SPB).
Selain itu, Marine Inspector juga diminta untuk menggunakan
informasi Concentrated Inspection Campaign (CIC) on Emergency System and
Procedures atau Kampanye Inspeksi yang Terkonsentrasi pada Sistem dan Prosedur
Darurat sebagai panduan pemeriksaan.
Hal tersebut dilakukan dalam rangka melaksanakan Kampanye
Pemeriksaan Terkonsentrasi (Concentrated Inspection Campaign/CIC) yang
merupakan program yang diberlakukan oleh Tokyo MOU dan dilaksanakan selama 3
(tiga) bulan mulai tanggal 1 September sampai dengan 30 November setiap
tahunnya. Adapun untuk tahun 2019, kampanye pemeriksaan terkonsentrasi pada
sistem dan prosedur darurat.
Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) Ahmad
menjelaskan bahwa selain pemeriksaan Port State Control (PSC) yang dilakukan
secara rutin, Tokyo MOU juga memberlakukan program CIC ini. Untuk itu, Ditjen
Perhubungan Laut menerbitkan Surat Edaran Nomor SE.23 Tahun 2019 tentang
Kampanye Tokyo MoU untuk Pemeriksaan Kapal Terkonsentrasi pada System dan
Prosedur Darurat (Concentrated Inspection Campaign (CIC) on Emergency System
and Procedurs.
Adapun Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan
yakni 8 Juli 2019 dan pihaknya akan melakukan pengawasan langsung terhadap
pelaksanaan instruksi ini.
Tak hanya bagi Marine Inspector, bagi Port State Control
Officers juga diminta untuk melaksanakan Pemeriksaan CIC bersamaan dengan
pemeriksaan PSC Normal (initial inspection) berdasarkan prosedur pemilihan
kapal sesuai dengan periode waktu.
“Setiap kapal asing harus tunduk pada pemeriksaan CIC hanya
1 (satu) kali selama periode kampanye. Nantinya, salinan kuesioner CIC harus
diberikan ke kapal untuk memberitahukan Nakhoda atau PSCO lainnya bahwa
pemeriksaan CIC telah dilakukan serta tidak boleh mengungkapkan kepada pihak
luar dan pihak kapal,” ujar Ahmad.
Lebih lanjut Ahmad mengatakan, untuk pendataan hasil CIC
yang dilaksanakan oleh Indonesia, setiap PSCO wajib menyampaikan kuesioner CIC
dan dokumen pendukung lainnya kepada Direktorat KPLP Up. Sub Direktorat Tertib
Berlayar selama periode kampanye berlangsung.
“Kami mengimbau kepada seluruh jajaran Ditjen Perhubungan
Laut untuk tetap mendukung pengawasan kapal asing oleh Negara Pelabuhan atau
Port State Control yang di dalamnya terkait dengan CIC serta memberikan
pelayanan yang aman, cepat dan terpercaya dalam memenuhi kebutuhan dunia usaha
akan jasa pelayaran tanpa melalaikan faktor keselamatan,” imbuhnya.
Sebagai informasi, Tokyo MOU adalah salah satu organisasi
regional Port State Control (PSC) yang terdiri dari 20 anggota otoritas di
kawasan Asia Pasifik. Tujuan utama Tokyo MOU adalah untuk membangun sebuah
rezim kontrol yang efektif di wilayah Asia Pasifik melalui kerja sama
anggotanya dan harmonisasi kegiatan untuk mempromosikan penerapan yang seragam
mengenai ketentuan IMO dan ILO terkait keselamatan di laut, perlindungan
lingkungan maritim dan kondisi kerja serta kehidupan awak kapal. (*/hp)