Jakarta, eMaritim.com
- Pemerintah Indonesia mengawal ketat proposal pemisahan alur laut
atau Traffic Separation Scheme (TSS) di Selat Sunda dan Lombok pada agenda sidang Maritime Safety Committee (MSC) ke 101 yang berlangsung Senin (10/6/2019) di markas International
Maritime Organization (IMO) London, Inggris.
Pembahasan proposal itu
merupakan langkah strategis pemerintah Indonesia yang sebelumnya telah berjuang meraih pengakuan negara-negara
dunia dalam kancah maritim Internasional sebagai negara kepulauan (archipelagic
state).
Dimana pada Januari 2019 lalu, delegasi Indonesia berhasil meyakinkan
negara-negara anggota pada Sidang Plenary International Maritime Organization
(IMO) Sub Committee Navigation Communication and Search and Rescue (NCSR) ke-6.
Direktur Jenderal Perhubungan Laut, R. Agus H. Purnomo
mengatakan, perjuangan Indonesia kembali diuji saat mengawal proposal TSS di
Selat Sunda dan Selat Lombok pada sidang IMO MSC ke 101 ini agar dapat diadopsi
oleh IMO.
"Setelah sebelumnya Indonesia berhasil mengawal
proposal TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok pada sidang IMO NCSR, kini kembali
berjuang mengawal proposal tersebut agar diadopsi dalam sidang IMO MSC yang
sesuai agenda 11, adopsi proposal TSS tersebut akan dilakukan hari ini," ujar Dirjen Agus dalam
keterangan.tertulisnya, Senin (10/6/2019) pagi WIB.
Penetapkan TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok bertujuan untuk meningkatkan Keselamatan
Pelayaran serta perlindungan lingkungan maritim di kedua Selat tersebut.
“Seperti kita ketahui, kedua Selat tersebut termasuk ke
dalam selat yang sibuk lalu lintas kapalnya, baik yang transit maupun
menyeberang yang tentunya otomatis meningkatkan risiko keselamatan pelayaran,
untuk itulah kita menetapkan TSS di kedua Selat tersebut,” jelas Dirjen Agus.
Menurutnya TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok ini dapat
meningkatkan keselamatan pelayaran dengan cara mengurangi jumlah situasi dimana
dua kapal bertemu langsung melalui pemisahan arus lalu lintas kapal yang
berlawanan di daerah tersebut. Selain itu, TSS diharapkan dapat mengurangi
(bahkan menghilangkan) risiko tabrakan antar kapal dengan cara merekomendasikan
Precautionary Area (Area Pencegahan).
“Kita juga berharap TSS ini dapat berkontribusi pada
keselamatan dan efisiensi navigasi serta perlindungan lingkungan laut di Selat
Sunda dan Lombok,” tambah Dirjen Agus.
Sebelumnya Indonesia berkomitmen melakukan persiapan yang
diperlukan guna memastikan semua fasilitas dan infrastruktur pendukung serta
Sumber Daya Manusia sudah siap sebelum tanggal pelaksanaan implementasi TSS.
"Perjuangan Indonesia belum berakhir. Perlu persiapan
yang baik mengingat tugas berat menanti untuk kedepannya setelah TSS tersebut
diadopsi IMO karena nantinya akan mulai diberlakukan pada satu tahun setelah
diadopsi dalam sidang IMO MSC ke 101 yaitu bulan Juni 2020," tutur Dirjen
Agus.(hp)