Jakarta, eMaritim.com -
Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Kemenhub R. Agus H. Purnomo menyatakan dukungan
penuh komitmen Pemerintah untuk terus
menerus secara berkesinambungan memberantas tindak pidana korupsi guna
mewujudkan Pemerintahan yang anti korupsi.
Sebelumnya, menurut Agus, Menteri Perhubungan, Budi Karya
Sumadi, juga telah menginstruksikan untuk menindak tegas seluruh pegawai yang
terlibat korupsi serta mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam
melakukan penindakan tegas terhadap pelaku korupsi di lingkungan Kementerian
Perhubungan.
“Sebagai regulator di bidang pelayaran yang sarat dengan
pelayanan dan perizinan, insan Perhubungan Laut tentunya sangat rentan dengan
godaan untuk melakukan tindak pidana korupsi. Untuk itu, tentunya perlu diberikan
pembekalan dan pemahaman terkait tindak pidana korupsi tersebut,” ujar Dirjen Agus
pada Rapat Kerja Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Tahun 2019 yang
digelar di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta Pusat Senin
(8/4/2019).
Guna memberikan pembekalan dan pemahaman terkait tindak
pidana korupsi kepada seluruh jajaran Direktorat Jenderal Perhubungan Laut,
Agus mengungkapkan, pihaknya mengundang Badan Reserse Kriminal Kepolisian
Republik Indonesia (BARESKRIM POLRI) untuk memberikan pembekalan kepada seluruh
peserta raker.
“Kita undang Bareskrim untuk menjadi pembicara pertama pada
Rapat Kerja ini, untuk menegaskan betapa concern-nya kita terhadap tindak
pidana korupsi,” tegas Agus.
Pada kesempatan dimaksud, Direktur Tindak Pidana Korupsi, Bareskrim
Polri, Brigjen. Pol. Erwanto Kurniadi, SH, MH, hadir untuk menyampaikan paparan
berjudul “Pencegahan dan Penindakan Tindak Pidana Korupsi Guna Mewujudkan Tata
Kelola Pemerintahan yang Baik.”
Mengawali paparannya, Erwanto menjelaskan bahwa sesuai
dengan UU No 31 Tahun 1999 Jo. UU No. 20 Tahun 2001, Tindak Pidana Korupsi
terbagi ke dalam 7 (tujuh) golongan, yaitu perbuatan melawan hukum yang
mengakibatkan kerugian keuangan negara, suap menyuap, gratifikasi,
penyalahgunaan jabatan, benturan kepentingan dalam pengadaan barang dan jasa
pemerintah, perbuatan curang, serta pemerasan.
Lebih lanjut, Erwanto menjelaskan bahwa terdapat 10
(sepuluh) area rawan korupsi, antara lain terkait Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah, Keuangan dan Perbankan, Perpajakan, Minyak dan Gas, BUMN dan BUMD,
Kepabeanan dan Cukai, Penggunaan APBN, APBD dan Perubahannya, Aset Negara dan
Daerah, Pertambangan, serta Pelayanan Umum dan Perijinan.
“Dari 10 area rawan korupsi tersebut, yang bersinggungan
dengan Ditjen Hula adalah terkait Pengadaan Barang/Jasa atau Belanja Modal,
Pengisian Jabatan Struktural, serta Penerbitan Izin/Pelayanan Umum,” jelas
Erwanto.
Untuk mengurangi peluang korupsi tersebut, menurut Erwanto
perlu disusun strategi dan juga diciptakan inovasi-inovasi, seperti salah
satunya adalah dengan pelayanan online, sehingga tidak ada petugas yang
berhubungan langsung dengan masyarakat. Perlu juga disusun Standar Operasional
dan Prosedur (SOP) Penerbitan Izin yang ringkas dan terintegrasi dengan
Kementerian/Lembaga lain yang terkait.
“Selain pemberian sanksi tegas bagi ASN yang kedapatan
melakukan tindak pidana korupsi, tentunya perlu dilakukan juga pembinaan
terhadap para ASN untuk menciptakan Sumber Daya Manusia yang memiliki kualitas
dan integritas, dibarengi dengan penerapan Sistem Pembinaan SDM yang tepat
berimbang,” imbuh Erwanto.
Erwanto juga menegaskan pentingnya pemberdayaan maksimal
peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) serta menjalin kerjasama
dengan Aparat Penegak Hukum seperti Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan
Agung, serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (*/hp)