Ilustrasi |
Jakarta, eMaritim.com – Demi menjaga
kesejahteraan dan melindungi tenaga kerja maritim nasional, Direktur Jenderal
Perhubungan Laut mengeluarkan peraturan nomor HK. 103/3/13/DJPL-18 tentang tata
cara penerbitan sertifikat ketenagakerjaan maritim.
Peraturan
ini diterapkan tertanggal 10 Agustus 2018 dan ditandatangani oleh R. Agus H.
Purnomo dengan disalin ke Menteri Perhubungan, Sekretaris Jenderal Kementerian
Perhubungan, Inspektur Jenderal Kementerian Perhubungan, Direktur Jenderal
Perhubungan Laut, Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Para
Direktur di Lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Para Kepala Kantor
Kesyahbandaran Utama, Kepala Kantor Pelabuhan Batam, Para Kepala Kantor Kesyahbandaran
dan Otoritas Pelabuhan, Para Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan; dan
termasuk DPP INSA.
Aturan
tersebut berisi, sebagai berikut;
PERATURAN DIREKTUR
JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT
NOMOR: HK. 103/3/ 13/DJPL-18
TENTANG
TATA CARA PENERBITAN SERTIFIKAT
KETENAGAKERJAAN MARITIM
DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT,
Menimbang :
a.
Bahwa melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2016 tentang
Pengesahan Maritime Labour Convention, 2006 (Konvensi
Ketenagakerjaan Maritim, 2006) Indonesia telah mengesahkan Maritime Labour Convention,
2006;
b.
Bahwa dalam rangka pemenuhan terhadap pelaksanaan Konvensi Ketenagakerjaan
Maritim di Indonesia, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Laut
tentang Tata Cara Penerbitan Sertifikat Ketenagakerjaan Maritim.
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang
Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849);
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15
Tahun 2016 tentang Pengesahan Maritime Labour Convention, 2006 (Konvensi
Ketenagakerjaan Maritim, 2006) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5931);
3.
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000
tentang Kepelautan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 13,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3929);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002
tentang Perkapalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 95,
Tainbahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4227);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010
tentang Angkutan di Perairan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5108) sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2011 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5208);
6. Keputusan Presiden Nomor 60 Tahun 1986
tentang Pengesahan International Training Certification and Watchkeeping
for Seafarers 1978 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor
73), sebagaimana telah diubah dengan Amandemen 2010;
7. Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015
tentang Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 75);
8. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 62
Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Unit Penyelenggara
Pelabuhan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor PM 130 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor KM 62 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor
Unit Penyelenggara Pelabuhan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
1400);
9. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 34
Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesyabbandaran Utama
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 627);
10.
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 36 Tahun 2012 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 629), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor PM 135 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor PM 36 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 1401);
11.
Peraturan Menteri Perhubungan PM 70 Tahun 2013 tentang Pendidikan dan
Pelatihan, Sertifikasi serta Dinas Jaga Pelaut (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2013 Nomor 1089), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor PM 140 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor PM 70 Tahun 2013 tentang Pendidikan dan Pelatihan, Sertifikasi
serta Dinas Jaga Pelaut (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor
1870);
12.
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 189 Tahun 2015 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Perhubungan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 1844), sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor PM 117 Tahun 2017 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor PM 189 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Perhubungan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1891);
13.
Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor HK. 103/2/ 19/DJPL- 16
tentang Pelaksanaan Penyelenggaraan Kelaiklautan Kapal.
MEMUTUSKAN:
Menerapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT
TENTANG TATA CARA PENERBITAN SERTIFIKAT
KETENAGAKERJAAN MARITIM.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal
1
Dalam
Peraturan mi yang dimaksud dengan:
1.
Maritime Labour Convention, 2006 selanjutnya disebut
MLC 2006 adalah konvensi ketenagakerjaan maritim.
2. Sertifikat Ketenagakerjaan Maritim
selanjutnya disebut Sertifikat MLC adalah sertifikat yang diterbitkan oleh
Direktur Jenderal yang menyatakan suatu kapal telah memenuhi ketentuan MLC 2006
dan amandemennya.
3. Dekiarasi Pemenuhan Ketentuan Ketenagakerjaan
Maritim Bagian I selanjutnya disebut Dekiarasi MLC Bagian I adalah dekiarasi
yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal yang menyatakan suatu kapal telah
memenuhi ketentuan MLC 2006 dan amandemennya serta peraturan nasional.
4. Dekiarasi Pemenuhan Ketentuan Ketenagakerj
aan Maritim Bagian II selanjutnya disebut Dekiarasi MLC Bagian II adalab dekiarasi
yang dibuat oleh pemilik kapal yang menyatakan kapalnya telah memenuhi
ketentuan MLC 2006 dan arnandemennya.
5. Sertifikat Ketenagakerjaan Maritim Sementara
selanjutnya disebut Sertifikat MLC Sementara adalah sertifikat sementara yang
diterbitkan oleh Direktur Jenderal dengan jangka waktu tertentu tanpa
dilengkapi dengan Dekiarasi MLC yang menyatakan suatu kapal dalam proses
pemenuhan ketentuan MLC 2006 dan amandemennya.
6. Syahbandar adalah pejabat pemerintah di
pelabuhan yang diangkat oleh Menteri dan memiliki kewenangan tertinggi untuk menjalankan
dan melakukan pengawasan terhadap dipenuhinya ketentuan peraturan
perundang-undangan untuk menjamin keselamatan dan keamana pelayaran.
7. Pejabat Pemeriksa Keselamatan Kapal adalah
pejabat pemerintah yang merupakan Aparatur Sipil Negara di lingkungan
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut yang mempunyai kualifikasi dan keahlian di
bidang keselamatan kapal dan diangkat oleh Menteri.
8. Pejabat Pemeriksa Kelaiklautan dan Keamanan
Kapal Asing atau Port State Control Officer yang selanjutnya disebut
PSCO adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan
Laut yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal yang memiliki kewenangan untuk
melakukan tugas pemeriksaan kelaiklautan dan keamanan kapal asing sesuai dengan
ketentuan konvensi.
9. Unit Pelaksana Teknis adalah Kantor
Kesyahbandaran Utama, Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan, Kantor Pelabuhan
Batam, Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan yang berada di lingkungan Direktorat
Jenderal termasuk Kantor Atase perhubungan pada Kedutaan Besar Republik
Indonesia.
10. Direktorat Jenderal adalah Direktorat
Jenderal Perhubungan Laut.
11. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal
Perhubungan Laut.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal
2
(1)
Peraturan Direktur Jenderal mi berlaku untuk kapal berukuran 500 gross
tonnage atau lebih yang dimiliki oleh badan hukum maupun perseorangan, yang
digunakan dalam kegiatan komersial clan melakukan pelayaran internasional.
(2)
Peraturan mi tidak berlaku bagi kapal negara dan kapal perang, kapal yang digunakan
untuk penangkapan ikan dan kapal yang dibangun secara tradisional.
BAB III
TATA CARA PENERBITAN SERTIFIKAT
Pasal
3
(1)
Pemenuhan terhadap ketentuan konvensi MLC dibuktikan dengan:
a. Dekiarasi MLC Bagian I;
b. Deldarasi MLC Bagian II; clan
c. SertifikatMLC.
(2)
Sertifikat MLC sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, berlaku selama 5 (lima)
tahun.
Pasal
4
(1)
Sertifikat MLC Sementara dapat diterbitkan terhadap:
a. kapal bangunan baru;
b. kapal ganti bendera kebangsaan;
atau
C. kapal yang ganti kepemilikan.
(2)
Sertifikat MLC Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku paling lama
6 (enam) bulan dan tidak dapat diperpanjang.
(3)
Sertifikat MLC sementara hanya dapat diterbitkan setelah memenuhi persyaratan
dengan:
a. kapal telah diperiksa;
b. pemilik kapal memiliki prosedur
terkait pemenuhan ketentuan sesuai dengan MLC;
c. Nakhoda sudah terbiasa dengan
ketentuan MLC dan bertanggung jawab atas penerapannya; clan
d. informasi yang revelan telah
dikirimkan kepada Direktur Jenderal untuk mendapatkan Dekiarasi MLC Bagian I.
Pasal
5
(1)
Untuk memperoleh Sertifikat MLC clan Dekiarasi MLC Bagian I atau Sertifikat MLC
Sementara, pemilik kapal mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal clan
wajib dilengkapi dengan persyaratan:
a. administrasi; clan
b. teknis.
(2)
Persyaratan administrasi sebagaimaria dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri
atas:
a. fotokopi Surat Ukur;
b. fotokopi Surat Tanda Kebangsaan
Kapal;
c. fotokopi Sertifikat Keselamatan;
d. fotokopi Sertifikat Kias;
e. fotokopi Sertifikat Minimum Safe
Manning;
f. fotokopi General Arrangement (GA) yang
sudah di approve;
g. fotokopi Dekiarasi MLC Bagian II;
dan
h. fotokopi Sertifikat MLC bagi kapal
yang pernah didaftar di negara lain.
(3)
Dalam hal penerbitan Sertifikat MLC Sementara, persyaratan administrasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g digantikan dengan fotokopi prosedur
perusahaan terkait MLC.
(4)
Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilakukan dengan
pemeriksaan di atas kapal oleh Pejabat Pemeriksa Keselamatan Kapal.
(5)
Pemeriksaan di atas kapal sebagaimana dimaksud pada ayat
(4)
terkait dengan kondisi kerja dan kondisi kehidupan awak kapal meliputi:
a. usia minimum;
b. sertifikasi medis;
c. kualifikasi pelaut;
d. perjanjian kerja laut;
e. penggunaan izin badan usaha swasta
untuk perekrutan dan penempatan;
f. jam kerja atau istirahat;
g. tingkat pengawakan di kapal;
h. akomodasi;
i. fasilitas rekreasi di kapal;
j. makanan dan katering;
k. kesehatan dan keselamatan serta
pencegahan kecelakaan;
1. perawatan medis di kapal;
m. prosedur keluhan di kapal;
n. pembayaran upah;
o. jaminan keuangan untuk pemulangan;
dan
p. jaminan keuangan terkait
tanggungjawab pemilik kapal.
Pasal
6
(1)
Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud Pasal 5, Direktur Jenderal melakukan
penelitian kelengkapan persyaratan dalamjangka waktu paling lama (5) han kerja
sejak diterima permohonan secara lengkap.
(2)
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian kelengkapan persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) belum terpenuhi, Direktur Jenderal mengembalikan
permohonan secara tertulis kepada pemohon untuk melengkapi persyaratan.
(3)
Permohonari yang dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat
diajukan kembali kepada Direktur Jenderal setelah persyaratan dilengkapi.
Pasal
7
(1)
Dalam hal berdasarkan hasil penelitiari kelengkapan persyaratan sebagaimana
dimaksud pada Pasal 6 telah terpenuhi, Direktur Jenderal melakukan pemeriksaan
di atas kapal sesuai dengan checklist pemeriksaan menggunakan format
contoh 1 pada Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Direktur Jenderal mi.
(2)
Apabila berdasarkan hasil pemeniksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditemukan ketidaksesuaian, pemilik kapal wajib untuk memenuhi ketidaksesuaian
itu.
(3)
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian kelengkapan persyaratan dan pemeriksaan
di atas kapal telah terpenuhi, Direktur Jenderal menerbitkan Sertifikat MLC dan
Dekiarasi MLC Bagian I atau Sertifikat MLC Sementara menggunakan format Contoh
2 pada Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Direktur Jenderal mi.
BAB IV
PEMBATALAN ATAU PENCABUTAN SERTIFIKAT
Pasal
8
(1)
Sertifikat MLC sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 dinyatakan tidak berlaku
apabila:
a. masa berlaku sudah berakhir;
b. tidak melaksanakan pengukuhan
sertifikat (endorsment);
c. kapal berganti bendera;
d. kapal tenggelam;
dan/atau
e. perubahan data dalam sertifikat
MLC.
(2)
Sertifkat MLC dibatalkan atau dicabut apabila:
a. kapal tidak lagi memenuhi ketentuan
MLC dan tindakan perbaikan yang dipersyaratkari tidak dilaksanakan; atau
b. keterangan dalam dokumen kapal yang
digunakan untuk penerbitan sertifikat ternyata tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya;
atau
c. sertifikat diperoleh secara tidak
sah.
BAB V
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal
9
Pejabat
Pemeriksa Kelaiklautan Kapal Asing (Port State Control Officer) dapat
melakukan pemeriksaan terhadap kapal asing yang menggunakan bendera
Negara Anggota MLC dan beroperasi dan pelabuhan atau antara pelabuhan di
negara lain.
Pasal
10
Terhadap
Kapal berbendera Indonesia yang telah beroperasi dan belum memiliki sertifikat
MLC dapat diterbikan sertifikat MLC sementera oleh Direktur Jenderal.
BAB VI
PENUTUP
Pasal
11
Peraturan
Direktur Jenderal mi mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan apabila di
kemudian hari terdapat kekeliruan akan diperbaiki sebagaimana mestinya.
(hp)