eMaritim.com, 17 Juli 2018
Dirangkum dari catatan Laksda (purn) Soleman B Ponto ST, MH, mantan Kepala Badan Intelejen Strategis Indonesia
Dalam ulasan sebelumnya, eMaritim membahas tentang perlunya negara memberikan perhatian dan menata struktur negara berdasarkan arah kebijakan negara untuk menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim dunia dan mensukseskan program tol laut. Pembentukan Kementerian Maritim/ Perhubungan laut yang berlandaskan hukum akan memuluskan tujuan negara kearah kesejahteraan secara nasional.
Harus disepakati bahwa Poros Maritim dunia dan Tol Laut adalah program yang tujuan akhirnya adalah mensejahterakan masyarakat Indonesia dengan cara memaksimalkan potensi maritim dalam sebuah kegiatan yang tertata dan berlandaskan hukum
Jika ditinjau dari asas hukumnya, maka hukum maritim bisa dirangkum dan dijelaskan sebagai berikut;
Menurut kamus hukum Black’s Law Dictionary, bahwa maritime law itu adalah the body of law governing marine commerce and navigation, the transportation of persons and property and marine affairs in general; the rules governing contract, tort and workers’ compensation claims arising out of commerce on or over water_ . Also termed admiralty law ( Black’s Law Dictionary, Seventh Edtion / Bryan A. Garner, Editor In Chief halaman 982). Bahwa dalam pengertian ini tidak termasuk hukum laut dalam arti the Law of the Sea.
Jadi, Hukum maritim adalah hukum yang mengatur pelayaran dalam arti pengangkutan barang dan orang melalui laut, kegiatan kenavigasian, dan perkapalan sebagai sarana/ moda transportasi laut termasuk aspek keselamatan maupun kegiatan yang terkait langsung dengan perdagangan melalui laut yang diatur dalam hukum perdata/ dagang maupun yang diatur dalam hukum publik .
Yang bersangkut paut dalam ranah hukum kemaritiman itu antara lain dapat dibedakan menjadi 2 batasan antara lain :
I. Subyek Hukum Maritim,
Contoh a; Manusia (Natuurlijke persoon)
1. Nakhoda kapal (Ship’s Master)
2. Awak kapal (Crew’s)
3. Pengusaha kapal (Ship’s operator)
4. Pemilik kapal (Ship’s owner)
5. Pemilik muatan (Cargo owner)
6. Pengirim muatan (Cargo shipper)
7. Penumpang kapal (Ship’s passangers)
Contoh b; Badan hukum (Recht persoon)
8. Perusahaan Pelayaran (Shipping company)
9. Ekspedisi Muatan Kapal Laut ( EMKL )
10. International Maritime Organization (IMO)
11. Ditjen Peruhubungan Laut
12. Administrator Pelabuhan
13. Kesyahbandaran
14. Biro Klasifikasi
II. Obyek Hukum Maritim,
Contoh a; Benda berwujud
1. Kapal (dalam arti luas)
2. Perlengkapan kapal
3. Muatan kapal
4. Tumpahan minyak dilaut
5. Sampah dilaut
Contoh b; Benda tak berwujud
6. Perjanjian-perjanjian
7. Kesepakatan-kesepakatan
8. Surat Kuasa
9. Perintah lisan
Contoh c; Benda bergerak
10. Perlengkapan kapal
11. Muatan kapal
12. Tumpahan minyak dilaut
13. Galangan kapal
Maka jika di total ada 25 subjek dan objek maritim berdasarkan Maritime Law (Muatan kapal dan Perlengkapan kapal disebut 2 kali).
Dengan demikian menjadi jelas bahwa penggunaan kata maritim adalah hal-hal yang menyangkut dengan transportasi laut atau pengangkutan laut untuk meningkatkan perekonomian nasional.
Jadi, negara maritim yang dimaksud oleh Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Yusuf Kalla adalah negara yang menggunakan transportasi laut atau angkutan sebagai penggerak utama ekonomi nasional (Efek pengganda kemajuan ekonomi bangsa). Selama ini memang Indonesia adalah merupakan Negara Kelautan, karena memiliki banyak wilayah laut. Sayangnya laut belum dimanfaatkan sebagai penggerak utama ekonomi nasional. Sangat disayangkan, Indonesia yang memiliki wilayah laut yang terluas didunia belum bisa menjadi negara maritim karena belum adanya payung hukum yang jelas dan belum dibentuknya tatanan negara untuk menuju kearah sana.
Untuk menjadi Negara Maritim maka subjek dan obyek yang akan dibangun mau tidak mau adalah hal-hal yang termasuk dalam yurisdiksi hukum maritim, misalnya pembangunan kapal dan perlengkapannya, perusahaan pelayaran dan membangun industri dipulau pulau sebagai bagian dari sistem tersebut. Pembangunan yang paling awal adalah pentingnya pemerintah membuat kebijakan (payung hukum) yang memudahkan kegiatan tersebut bisa berlangsung dengan efisien dan tertata. Dan diikuti oleh penguatan SDM yang akan menjadi Nakhoda, awak kapal, SDM yang akan ada di Perusahaan kapal, operator kapal, SDM yang mengurus Hubla, IMO, Administrator Pelabuhan, Kesyahbandaran, BKI dan pos pos lainnya.
Selanjutnya pemerintah bisa membangun infrastruktur penunjang kegiatan maritim.
Apabila diteliti dengan seksama 25 kegiatan yang termasuk dalam ranah hukum maritim, maka semua kegiatan tersebut sekarang ini berada dibawah domain Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Yang jika di tatanan pemerintahan sekarang masih berada di bawah Kementerian Perhubungan.
Bahwa Kementerian Perhubungan ada dibawah kordinasi Kementerian Koordinator Kemaritiman, maka ke 3 Kementerian lain dibawah kordinasi Kemenko Maritim jika diteliti dengan seksama tidak memiliki domain maritim berdarkan Hukum Maritim Internasional yang sebaiknya diadopsi kedalam sistem pemerintahan di Indonesia.(zah)
Dirangkum dari catatan Laksda (purn) Soleman B Ponto ST, MH, mantan Kepala Badan Intelejen Strategis Indonesia
(sumber;istimewa)
Harus disepakati bahwa Poros Maritim dunia dan Tol Laut adalah program yang tujuan akhirnya adalah mensejahterakan masyarakat Indonesia dengan cara memaksimalkan potensi maritim dalam sebuah kegiatan yang tertata dan berlandaskan hukum
Jika ditinjau dari asas hukumnya, maka hukum maritim bisa dirangkum dan dijelaskan sebagai berikut;
Menurut kamus hukum Black’s Law Dictionary, bahwa maritime law itu adalah the body of law governing marine commerce and navigation, the transportation of persons and property and marine affairs in general; the rules governing contract, tort and workers’ compensation claims arising out of commerce on or over water_ . Also termed admiralty law ( Black’s Law Dictionary, Seventh Edtion / Bryan A. Garner, Editor In Chief halaman 982). Bahwa dalam pengertian ini tidak termasuk hukum laut dalam arti the Law of the Sea.
Jadi, Hukum maritim adalah hukum yang mengatur pelayaran dalam arti pengangkutan barang dan orang melalui laut, kegiatan kenavigasian, dan perkapalan sebagai sarana/ moda transportasi laut termasuk aspek keselamatan maupun kegiatan yang terkait langsung dengan perdagangan melalui laut yang diatur dalam hukum perdata/ dagang maupun yang diatur dalam hukum publik .
Yang bersangkut paut dalam ranah hukum kemaritiman itu antara lain dapat dibedakan menjadi 2 batasan antara lain :
I. Subyek Hukum Maritim,
Contoh a; Manusia (Natuurlijke persoon)
1. Nakhoda kapal (Ship’s Master)
2. Awak kapal (Crew’s)
3. Pengusaha kapal (Ship’s operator)
4. Pemilik kapal (Ship’s owner)
5. Pemilik muatan (Cargo owner)
6. Pengirim muatan (Cargo shipper)
7. Penumpang kapal (Ship’s passangers)
Contoh b; Badan hukum (Recht persoon)
8. Perusahaan Pelayaran (Shipping company)
9. Ekspedisi Muatan Kapal Laut ( EMKL )
10. International Maritime Organization (IMO)
11. Ditjen Peruhubungan Laut
12. Administrator Pelabuhan
13. Kesyahbandaran
14. Biro Klasifikasi
II. Obyek Hukum Maritim,
Contoh a; Benda berwujud
1. Kapal (dalam arti luas)
2. Perlengkapan kapal
3. Muatan kapal
4. Tumpahan minyak dilaut
5. Sampah dilaut
Contoh b; Benda tak berwujud
6. Perjanjian-perjanjian
7. Kesepakatan-kesepakatan
8. Surat Kuasa
9. Perintah lisan
Contoh c; Benda bergerak
10. Perlengkapan kapal
11. Muatan kapal
12. Tumpahan minyak dilaut
13. Galangan kapal
Maka jika di total ada 25 subjek dan objek maritim berdasarkan Maritime Law (Muatan kapal dan Perlengkapan kapal disebut 2 kali).
Dengan demikian menjadi jelas bahwa penggunaan kata maritim adalah hal-hal yang menyangkut dengan transportasi laut atau pengangkutan laut untuk meningkatkan perekonomian nasional.
Jadi, negara maritim yang dimaksud oleh Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Yusuf Kalla adalah negara yang menggunakan transportasi laut atau angkutan sebagai penggerak utama ekonomi nasional (Efek pengganda kemajuan ekonomi bangsa). Selama ini memang Indonesia adalah merupakan Negara Kelautan, karena memiliki banyak wilayah laut. Sayangnya laut belum dimanfaatkan sebagai penggerak utama ekonomi nasional. Sangat disayangkan, Indonesia yang memiliki wilayah laut yang terluas didunia belum bisa menjadi negara maritim karena belum adanya payung hukum yang jelas dan belum dibentuknya tatanan negara untuk menuju kearah sana.
Untuk menjadi Negara Maritim maka subjek dan obyek yang akan dibangun mau tidak mau adalah hal-hal yang termasuk dalam yurisdiksi hukum maritim, misalnya pembangunan kapal dan perlengkapannya, perusahaan pelayaran dan membangun industri dipulau pulau sebagai bagian dari sistem tersebut. Pembangunan yang paling awal adalah pentingnya pemerintah membuat kebijakan (payung hukum) yang memudahkan kegiatan tersebut bisa berlangsung dengan efisien dan tertata. Dan diikuti oleh penguatan SDM yang akan menjadi Nakhoda, awak kapal, SDM yang akan ada di Perusahaan kapal, operator kapal, SDM yang mengurus Hubla, IMO, Administrator Pelabuhan, Kesyahbandaran, BKI dan pos pos lainnya.
Selanjutnya pemerintah bisa membangun infrastruktur penunjang kegiatan maritim.
Apabila diteliti dengan seksama 25 kegiatan yang termasuk dalam ranah hukum maritim, maka semua kegiatan tersebut sekarang ini berada dibawah domain Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Yang jika di tatanan pemerintahan sekarang masih berada di bawah Kementerian Perhubungan.
Bahwa Kementerian Perhubungan ada dibawah kordinasi Kementerian Koordinator Kemaritiman, maka ke 3 Kementerian lain dibawah kordinasi Kemenko Maritim jika diteliti dengan seksama tidak memiliki domain maritim berdarkan Hukum Maritim Internasional yang sebaiknya diadopsi kedalam sistem pemerintahan di Indonesia.(zah)