eMaritim.com, 23 Juli 2018
Pengembangan Sumber Daya Manusia Maritim di Indonesia khususnya dibidang pendidikan Sekolah Pelayaran, tidak semudah yang dibayangkan.
Akademi Maritim Cirebon, ditengarai memiliki segudang masalah yang tidak pernah terangkat ke permukaan selama ini. Atas laporan beberapa orang taruna Sekolah Pelayaran tersebut, eMaritim menyambangi kota Cirebon beberapa waktu lalu dan melakukan wawancara dengan puluhan taruna.
Beberapa masalah dalam pelaksanaan pendidikan di AMC dirasa sangat memberatkan para peserta didik/ taruna yang sampai saat ini masih terjadi diantaranya; Biaya ujian UKP yang mereka jalani, dimana biaya resmi dari sekolah negeri tempat mereka ujian (UKP) biaya tersebut secara resmi diketahui Rp. 125.00 tetapi sekolah mematok biaya sebesar Rp. 250.000 per murid untuk setiap mata kuliah, ditambah lagi biaya pendaftaran sebesar Rp. 500.000 per murid.
Pembuatan buku pelaut dan passport juga dikenakan biaya ekstra yang tinggi, ketentuan dinas Perhubungan dimana harga buku pelaut adalah 100.000 sedangkan untuk taruna dipungut biaya 400.000.
Hal lain yang dirasakan sangat berat adalah biaya asrama yang sebulannya sebesar Rp. 1.300.000
tapi tidak sebanding dengan fasilitas yang diberikan. Ada kamar asrama yang ditempati sampai 50 orang dan jauh dari kategori higienis. Untuk diketahui, mereka tinggal selama 2 tahun di asrama sekolah.
Diantara mereka masih ada taruna taruni yang sudah sampai 7 tahun belum lulus ujian dikarenakan jadwal ujian yang tidak jelas dan terbengkalai akibat kurang terurus. Disampaikan, sedikitnya ada 500 taruna yang belum juga lulus dimana di akademi maritim lain dalam jangka waktu 5 tahun sudah lulus dan bekerja.
Ada baiknya hal seperti ini ditengahi oleh pihak BPSDM Perhubungan, agar keinginan pemerintah menciptakan SDM Maritim yang tangguh bisa dilakukan tanpa perlu menghadapi hambatan dari level pendidikan. Atas kepedulian terhadap dunia pendidikan maritim di tanah air, emaritim bisa dijadikan entry poin jika BPSDM ingin masuk membenahi hal tersebut demi masa depan generasi penerus bangsa.(zah)
Pengembangan Sumber Daya Manusia Maritim di Indonesia khususnya dibidang pendidikan Sekolah Pelayaran, tidak semudah yang dibayangkan.
Akademi Maritim Cirebon, ditengarai memiliki segudang masalah yang tidak pernah terangkat ke permukaan selama ini. Atas laporan beberapa orang taruna Sekolah Pelayaran tersebut, eMaritim menyambangi kota Cirebon beberapa waktu lalu dan melakukan wawancara dengan puluhan taruna.
Beberapa masalah dalam pelaksanaan pendidikan di AMC dirasa sangat memberatkan para peserta didik/ taruna yang sampai saat ini masih terjadi diantaranya; Biaya ujian UKP yang mereka jalani, dimana biaya resmi dari sekolah negeri tempat mereka ujian (UKP) biaya tersebut secara resmi diketahui Rp. 125.00 tetapi sekolah mematok biaya sebesar Rp. 250.000 per murid untuk setiap mata kuliah, ditambah lagi biaya pendaftaran sebesar Rp. 500.000 per murid.
Pembuatan buku pelaut dan passport juga dikenakan biaya ekstra yang tinggi, ketentuan dinas Perhubungan dimana harga buku pelaut adalah 100.000 sedangkan untuk taruna dipungut biaya 400.000.
Hal lain yang dirasakan sangat berat adalah biaya asrama yang sebulannya sebesar Rp. 1.300.000
tapi tidak sebanding dengan fasilitas yang diberikan. Ada kamar asrama yang ditempati sampai 50 orang dan jauh dari kategori higienis. Untuk diketahui, mereka tinggal selama 2 tahun di asrama sekolah.
Diantara mereka masih ada taruna taruni yang sudah sampai 7 tahun belum lulus ujian dikarenakan jadwal ujian yang tidak jelas dan terbengkalai akibat kurang terurus. Disampaikan, sedikitnya ada 500 taruna yang belum juga lulus dimana di akademi maritim lain dalam jangka waktu 5 tahun sudah lulus dan bekerja.
Ada baiknya hal seperti ini ditengahi oleh pihak BPSDM Perhubungan, agar keinginan pemerintah menciptakan SDM Maritim yang tangguh bisa dilakukan tanpa perlu menghadapi hambatan dari level pendidikan. Atas kepedulian terhadap dunia pendidikan maritim di tanah air, emaritim bisa dijadikan entry poin jika BPSDM ingin masuk membenahi hal tersebut demi masa depan generasi penerus bangsa.(zah)