Jakarta, eMaritim.com
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melakukan kunjungan ke Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) dan Kapal Latih STIP KM. MH Thamrin.
Dalam kunjungan yang dilakukan di hari minggu 7/1/2018 tersebut, Menhub disambut oleh Pejabat BPSDM, Ketua STIP dan pimpinan sekolah di lingkup BPSDM lainnya. Hadir pula dalam undangan Ketua dan Pengurus Corps Alumni Alademi Ilmu Pelayaran (CAAIP).
Kunjungan diawali dengan pemaparan ketua STIP kepada Menhub tentang perubahan pada beberapa hal, terpenting adalah sekolah mengadopsi cara kerja, cara hidup dan aturan-aturan yang berlaku di Industri Pelayaran.
Pada kesempatan kedua Menhub mendengarkan Presentasi Ka Badan Diklat Joko Sasono dan menerima masukan-masukan dari peserta. Ketua CAAIP Capt. Iman Satria Utama juga memberikan masukan soal maraknya pemalsuan ijazah dan tingginya angka pengangguran pelaut. Sementara undangan lain memberikan masukan agar sekolah mengajarkan tambahan bahasa lain disamping Bahasa Inggris, ini dimaksudkan agar lebih atraktif dalam menarik minat perusahaan dari negara asing tersebut untuk mempekerjakan pelaut Indonesia.
Di STIP Menteri juga disambut oleh Taruna-taruna yang bersekolah disana, dan secara tiba-tiba Menteri Budi Karya Sumadi meminta seorang Taruna Tingkat 1 untuk berceramah dalam Bahasa Inggris yang dengan baik dilakukan oleh taruna bernama Brian Pratama asal Kalimantan Barat.
Dalam wawancara dengan media, Menteri menyampaikan bahwa kendala bahasa memang menjadi issue yang umum diterima. Dan dirinya berharap agar kedepannya sekolah memberikan perhatian ekstra dan jam tambahan untuk meningkatkan hal itu. "Saya sudah minta agar dua atau tiga pelajaran di sekolah pelayaran disampaikan dalam bahasa Inggris mulai dalam waktu dekat," ujarnya.
Sulitnya persaingan dunia pelaut tidak hanya karena masalah bahasa, harus diingat bahwa dunia pelayaran global sedang dalam kondisi lemah, khusus di Indonesia sekitar 40-50 persen armada kapal sedang menganggur terutama di kapal lepas pantai. Hal lain yang tidak disadari bahwa sejak awal tahun 2000 negara negara Eropa Timur telah membuka diri dan bergabung ke Uni Eropa, seperti Estonia, Lithuania, Latvia, Kroasia dan Ukraina dan bahkan Pelaut Rusia sendiri sudah bebas bekerja dikapal kapal asing seluruh dunia. Disinilah sebenarnya tekanan tambahan yang cukup dahsyat bagi peluang pelaut Indonesia di kapal asing. Disisi lain besarnya keran penerimaan sekolah pelayaran masih dalam posisi maksimum, dan ini ditengarai sebagai salah satu penyebab juga.
Jika pemerintah jeli, Permendag nomor 82 yang mewajibkan ekspor batubara dan minyak sawit menggunakan kapal Indonesia sewajarnya diikuti oleh kebijakan yang sejalan dari Kementerian Perhubungan. Stimulus ini secara pasti akan bisa menambah jumlah kapal Indonesia, diperkirakan apabila hal tersebut bisa dilakukan 25 persen oleh kapal Indonesia, maka penambahan 150 kapal bisa menyerap 3000 lebih pelaut.(Capt. Zaenal Arifin Hasibuan)
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melakukan kunjungan ke Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) dan Kapal Latih STIP KM. MH Thamrin.
Dalam kunjungan yang dilakukan di hari minggu 7/1/2018 tersebut, Menhub disambut oleh Pejabat BPSDM, Ketua STIP dan pimpinan sekolah di lingkup BPSDM lainnya. Hadir pula dalam undangan Ketua dan Pengurus Corps Alumni Alademi Ilmu Pelayaran (CAAIP).
Kunjungan diawali dengan pemaparan ketua STIP kepada Menhub tentang perubahan pada beberapa hal, terpenting adalah sekolah mengadopsi cara kerja, cara hidup dan aturan-aturan yang berlaku di Industri Pelayaran.
Pada kesempatan kedua Menhub mendengarkan Presentasi Ka Badan Diklat Joko Sasono dan menerima masukan-masukan dari peserta. Ketua CAAIP Capt. Iman Satria Utama juga memberikan masukan soal maraknya pemalsuan ijazah dan tingginya angka pengangguran pelaut. Sementara undangan lain memberikan masukan agar sekolah mengajarkan tambahan bahasa lain disamping Bahasa Inggris, ini dimaksudkan agar lebih atraktif dalam menarik minat perusahaan dari negara asing tersebut untuk mempekerjakan pelaut Indonesia.
Di STIP Menteri juga disambut oleh Taruna-taruna yang bersekolah disana, dan secara tiba-tiba Menteri Budi Karya Sumadi meminta seorang Taruna Tingkat 1 untuk berceramah dalam Bahasa Inggris yang dengan baik dilakukan oleh taruna bernama Brian Pratama asal Kalimantan Barat.
Dalam wawancara dengan media, Menteri menyampaikan bahwa kendala bahasa memang menjadi issue yang umum diterima. Dan dirinya berharap agar kedepannya sekolah memberikan perhatian ekstra dan jam tambahan untuk meningkatkan hal itu. "Saya sudah minta agar dua atau tiga pelajaran di sekolah pelayaran disampaikan dalam bahasa Inggris mulai dalam waktu dekat," ujarnya.
Sulitnya persaingan dunia pelaut tidak hanya karena masalah bahasa, harus diingat bahwa dunia pelayaran global sedang dalam kondisi lemah, khusus di Indonesia sekitar 40-50 persen armada kapal sedang menganggur terutama di kapal lepas pantai. Hal lain yang tidak disadari bahwa sejak awal tahun 2000 negara negara Eropa Timur telah membuka diri dan bergabung ke Uni Eropa, seperti Estonia, Lithuania, Latvia, Kroasia dan Ukraina dan bahkan Pelaut Rusia sendiri sudah bebas bekerja dikapal kapal asing seluruh dunia. Disinilah sebenarnya tekanan tambahan yang cukup dahsyat bagi peluang pelaut Indonesia di kapal asing. Disisi lain besarnya keran penerimaan sekolah pelayaran masih dalam posisi maksimum, dan ini ditengarai sebagai salah satu penyebab juga.
Jika pemerintah jeli, Permendag nomor 82 yang mewajibkan ekspor batubara dan minyak sawit menggunakan kapal Indonesia sewajarnya diikuti oleh kebijakan yang sejalan dari Kementerian Perhubungan. Stimulus ini secara pasti akan bisa menambah jumlah kapal Indonesia, diperkirakan apabila hal tersebut bisa dilakukan 25 persen oleh kapal Indonesia, maka penambahan 150 kapal bisa menyerap 3000 lebih pelaut.(Capt. Zaenal Arifin Hasibuan)