Jakarta 4 Oktober 2017, eMaritim.com
Sebagai organisasi profesi tenaga ahli Maritim Perwira Pelayaran Niaga di Indonesia, IKPPNI tanpa lelah melakukan upaya perbaikan status dan tatanan Pendidikan Perwira Pelayaran Niaga (Merchant Marine Officer) serta peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia tenaga ahli maritim.
Memanfaatkan teknologi komunikasi, IKPPNI melakukan diskusi pada minggu (01/10/2017) diikuti peserta yang merupakan anggota Organisasi yang tersebar di Indonesia. Dengan tema, SDM Pelaut Sebagai Efek Pengganda Kemajuan Ekonomi Nasional dari sektor maritim, berikut adalah laporannya.
Arah Kebijakan Pemerintah Jokowi-JK sudah sangat berpihak kepada kemajuan Industri maritim dengan SDM Maritim sebagai pelaku utama didalamnya, sayangnya unsur penunjang kebijakan yang berupa Undang Undang dan Perangkat teknisnya masih belum menunjukkan perbaikan yang signifikan untuk memperbaiki permasalahan di seputar Sumber Daya Manusia Maritim.
Diskusi tersebut mengerucutkan permasalahan SDM Maritim berdasarkan urutan prioritas sebagai berikut;
a. Indonesia masih belum mempunyai Universitas Maritim.
b. Belum adanya linieritas Rumpun Ilmu Maritim, Sub Rumpun Ilmu Maritim dan Bidang Ilmu Maritim yang diakui negara untuk dikembangkan.
c. Kurang nya tenaga ahli maritim yang memiliki jenjang pendidikan setingkat Doktor dan Professor linier dibidang maritim.
d. Indonesia belum mempunyai Undang Undang Maritim, termasuk perlindungan terhadap para Perwira Pelayaran Niaga.
e. Indonesia tidak mempunyai Pengadilan ADHOC Maritim yg sifatnya independen keprofesian, selama ini keberadaan Mahkamah Pelayaran masih belum cukup untuk persoalan maritim.
f. Penegakan hukum dilaut masih tumpang tindih, sehingga Perwira Pelaut Niaga dengan tuntutan otonomi profesi dalam melaksanakan tugas sering menjadi korban.
g. Bidang pendidikan maritim sudah seharusnya berorientasi kepada Industri yang selalu dinamis, kurikulum sebaiknya menyesuaikan perkembangan industri.
h. Tri Partit : Regulator - Pelaut - Pelayaran (pengusaha) belum bersinergi dalam keharmonisan kemitraan untuk mengembangkan dunia maritim yang berkesinambungan dimana aspek SDM menjadi prioritas.
i. Keterbukaan publik dan pemanfaatan dunia pendidikan maritim yang dimiliki sebagai ajang penggodokan kebijakan maritim.
j. Adanya inconsistency dalam konvensi IMO berkaitan ISM-code dengan STCW, dimana yang selalu dituntut memiliki COMPETENCE BASED adalah OPERATIONAL di atas kapal, sementara MANAGERIAL OFFICE BASED diabaikan standarisasinya.
Dalam kesempatan tersebut dijelaskan bahwa kebutuhan akan adanya Undang Undang Profesi PPN sangatlah mendesak, sebagai landasan hukum untuk kejelasan perlindungan kegiatan profesi maritim yang sangat luas cakupannya.
Dari aspek teknis (dan non teknis), IKPPNI tidak melihat alasan untuk Perwira Pelayaran Niaga Indonesia pergi belajar ke negara tetangga, seperti diucapkan Menteri Perhubungan dalam pidato di Asia Europe Meeting di Bali beberapa saat lalu.
Justru aspek Pemerintah dalam hubungan Tri Partit yang dinilai masih harus memperbaiki diri, jika benar benar ingin kembali mengulang kejayaan maritim bangsa ini, khususnya pendidikan tinggi tenaga ahli maritim.
Dengan kemampuan memobilisasi yang besar dalam mengangkut barang atau penumpang, pelaut dengan kapal sebagai kontribusi utama, tidak bisa ditandingi moda transportasi apapun. Kemampuan ini adalah sebagai elemen utama roda kemajuan ekonomi Indonesia dan dunia.
Bisa dibayangkan, 14-20 orang pelaut diatas kapal bisa memobilisasi 5000-50.0000 ton barang, yang jika dilakukan dengan truk maka dibutuhkan sekitar 2500 truk, dengan 5000 sopir, berlipat2 bahan bakar dan tentunya kebutuhan akan jembatan dimana mana.
Disini pelaut dan kapal bisa disebut sebagai elemen utama yang memutar roda utama kemajuan ekonomi suatu bangsa, apalagi negara kepulauan.
IKPPNI sebagai organisasi profesi Perwira Pelayaran Niaga mengharapkan pemerintah untuk lebih memahami kebutuhan SDM tenaga ahli maritim yang sebenarnya (competent), agar dapat mengawal kebijakan maritim tidak lagi lagi menjadi tumpang tindih yang ujung ujung nya merugikan para pelaut itu sendiri, dengan dampak kontra produktif bagi negara maritim yang kita banggakan (jan)
Sebagai organisasi profesi tenaga ahli Maritim Perwira Pelayaran Niaga di Indonesia, IKPPNI tanpa lelah melakukan upaya perbaikan status dan tatanan Pendidikan Perwira Pelayaran Niaga (Merchant Marine Officer) serta peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia tenaga ahli maritim.
Memanfaatkan teknologi komunikasi, IKPPNI melakukan diskusi pada minggu (01/10/2017) diikuti peserta yang merupakan anggota Organisasi yang tersebar di Indonesia. Dengan tema, SDM Pelaut Sebagai Efek Pengganda Kemajuan Ekonomi Nasional dari sektor maritim, berikut adalah laporannya.
Arah Kebijakan Pemerintah Jokowi-JK sudah sangat berpihak kepada kemajuan Industri maritim dengan SDM Maritim sebagai pelaku utama didalamnya, sayangnya unsur penunjang kebijakan yang berupa Undang Undang dan Perangkat teknisnya masih belum menunjukkan perbaikan yang signifikan untuk memperbaiki permasalahan di seputar Sumber Daya Manusia Maritim.
Diskusi tersebut mengerucutkan permasalahan SDM Maritim berdasarkan urutan prioritas sebagai berikut;
a. Indonesia masih belum mempunyai Universitas Maritim.
b. Belum adanya linieritas Rumpun Ilmu Maritim, Sub Rumpun Ilmu Maritim dan Bidang Ilmu Maritim yang diakui negara untuk dikembangkan.
c. Kurang nya tenaga ahli maritim yang memiliki jenjang pendidikan setingkat Doktor dan Professor linier dibidang maritim.
d. Indonesia belum mempunyai Undang Undang Maritim, termasuk perlindungan terhadap para Perwira Pelayaran Niaga.
e. Indonesia tidak mempunyai Pengadilan ADHOC Maritim yg sifatnya independen keprofesian, selama ini keberadaan Mahkamah Pelayaran masih belum cukup untuk persoalan maritim.
f. Penegakan hukum dilaut masih tumpang tindih, sehingga Perwira Pelaut Niaga dengan tuntutan otonomi profesi dalam melaksanakan tugas sering menjadi korban.
g. Bidang pendidikan maritim sudah seharusnya berorientasi kepada Industri yang selalu dinamis, kurikulum sebaiknya menyesuaikan perkembangan industri.
h. Tri Partit : Regulator - Pelaut - Pelayaran (pengusaha) belum bersinergi dalam keharmonisan kemitraan untuk mengembangkan dunia maritim yang berkesinambungan dimana aspek SDM menjadi prioritas.
i. Keterbukaan publik dan pemanfaatan dunia pendidikan maritim yang dimiliki sebagai ajang penggodokan kebijakan maritim.
j. Adanya inconsistency dalam konvensi IMO berkaitan ISM-code dengan STCW, dimana yang selalu dituntut memiliki COMPETENCE BASED adalah OPERATIONAL di atas kapal, sementara MANAGERIAL OFFICE BASED diabaikan standarisasinya.
Dalam kesempatan tersebut dijelaskan bahwa kebutuhan akan adanya Undang Undang Profesi PPN sangatlah mendesak, sebagai landasan hukum untuk kejelasan perlindungan kegiatan profesi maritim yang sangat luas cakupannya.
Dari aspek teknis (dan non teknis), IKPPNI tidak melihat alasan untuk Perwira Pelayaran Niaga Indonesia pergi belajar ke negara tetangga, seperti diucapkan Menteri Perhubungan dalam pidato di Asia Europe Meeting di Bali beberapa saat lalu.
Justru aspek Pemerintah dalam hubungan Tri Partit yang dinilai masih harus memperbaiki diri, jika benar benar ingin kembali mengulang kejayaan maritim bangsa ini, khususnya pendidikan tinggi tenaga ahli maritim.
Dengan kemampuan memobilisasi yang besar dalam mengangkut barang atau penumpang, pelaut dengan kapal sebagai kontribusi utama, tidak bisa ditandingi moda transportasi apapun. Kemampuan ini adalah sebagai elemen utama roda kemajuan ekonomi Indonesia dan dunia.
Bisa dibayangkan, 14-20 orang pelaut diatas kapal bisa memobilisasi 5000-50.0000 ton barang, yang jika dilakukan dengan truk maka dibutuhkan sekitar 2500 truk, dengan 5000 sopir, berlipat2 bahan bakar dan tentunya kebutuhan akan jembatan dimana mana.
Disini pelaut dan kapal bisa disebut sebagai elemen utama yang memutar roda utama kemajuan ekonomi suatu bangsa, apalagi negara kepulauan.
IKPPNI sebagai organisasi profesi Perwira Pelayaran Niaga mengharapkan pemerintah untuk lebih memahami kebutuhan SDM tenaga ahli maritim yang sebenarnya (competent), agar dapat mengawal kebijakan maritim tidak lagi lagi menjadi tumpang tindih yang ujung ujung nya merugikan para pelaut itu sendiri, dengan dampak kontra produktif bagi negara maritim yang kita banggakan (jan)