Ilustrasi nelayan ikan | Istimewa |
Jakarta, eMaritim.com –
Memasuki kuartal keempat, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DIJT) Kementerian
Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat, produksi perikanan tangkap hingga akhir kuartal ketiga pada September 2017
turun ke angka 4,5 juta ton dibandingkan dengan tahun 2016 yang mencapai 4.96
juta ton. Hal itu disebabkan oleh kurangnya pendataan perikanan tangkap.
Menurut
Direktur Jenderal (Dirjen) Perikanan Tangkap, Sjarief Widjaja, angka tersebut
masih jauh dari target KKP yang menargetkan produksi perikanan tangkap hingga
akhir tahun 2017 mencapai 7,8 juta ton. Sementara tahun depan, KKP menargetkan
produksi ikan tangkap sebesar 9,45 juta ton.
“Pendataan
dinilai masih menjadi masalah. Sebelumnya permasalahan terbesar produksi
perikanan tangkap adalah penangkapan ikan ilegal. Saat ini illegal fishing
sudah teratasi tinggal pendataan," terang Sjarief seperti dilansir Kontan.
Sjarief
memberikan contoh perhitungan yang sederhana. Ada sekitar 400 ribu kapal kecil
yang berukuran di bawah 10 Gross Tonnage (GT) dan setiap kapal menangkap 20
kilogram ikan per hari. Jika dalam setahun (365 hari) nelayan pergi melaut
selama 200 hari, maka satu kapal bisa menangkap ikan sebanyak 4 ton per tahun.
“Apabila
dikalikan dengan jumlah kapal 400 ribu kapal, jumlah hasil tangkapan ikan yang
tidak tercatat mencapai 1,6 juta ton. Dengan perhitungan tersebut, bisa
diasumsikan total hasil tangkapan ini yang tercatat dan tidak tercatat
sepanjang sembilan bulan pertama tahun ini sudah mencapai 6,1 juta ton atau
sekitar 78% target tahun ini,” ungkapnya.
Sjarief
mengakui selama ini pemerintah tidak melakukan pendataan yang ketat dalam
mengawasi kapal-kapal penangkap ikan yang berukuran kecil. Makanya, hanya hasil
tangkapan ikan dari kapal-kapal besar saja yang bisa terdata.
“Produksi
kita nilainya jauh di bawah kapasitas maksimal, karena angka yang tidak
dilaporkan sangat tinggi,” ujar Sjarief seperti dilansir katadata.
Oleh karena
itu, KKP bakal memaksimal Sistem Perizinan Kapal Perikanan Daerah atau SIMKADA.
Sistem itu akan mendata setiap kapal yang dilaporkan di daerah secara digital
selain perizinan kapal dari daerah. Dalam SIMKADA, ada 226 ribu kapal yang
sudah terdaftar berdasarkan nama dan alamat pemiliknya. Namun, sistem ini belum
bisa memverifikasi kebenaran ukuran kapalnya. Tercatat, ada sekitar 11 ribu
kapal yang datanya dipalsukan oleh nelayan.
Di samping
itu, Sjarief mengaku telah menemukan adanya indikasi kapal-kapal eks-asing yang
mengajukan permohonan izin sebagai kapal perikanan. Jenis permohonannya yang
diajukan berupa perubahan ukuran fisik kapal, penggantian rusak, dan permohonan
baru.
KKP juga
telah memperketat izin pembangunan kapal perikanan baru. Pembangunan harus
disertai oleh bukti kepemilikan kapal dan Surat Izin Usaha Penangkapan (SIUP).
Izin-izin ini harus terdaftar dalam buku induk kapal perikanan di daerah dan
pemerintah pusat. (*)