Ilustrasi |
Maklumat Pelayaran yang ditandatangani oleh Direktur
Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP), Marwansyah ditujukan kepada seluruh
Kepala Kantor Kesyahbandaran Utama, Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas
Pelabuhan (KSOP), Kepala Kantor Pelabuhan Batam, Kepala Kantor Unit
Penyelenggaran Pelabuhan (UPP), dan Kepala Pangkalan Pangkalan Penjagaan Laut
dan Pantai (PLP) serta Kepala Distrik Navigasi di seluruh Indonesia.
Marwansyah menyebutkan, berdasarkan hasil pemantauan Badan
Meteorologi Kimatologi, dan Geofisika (BMKG) pada 24 September 2017,
diperkirakan hingga 30 September 2017, cuaca ekstrim dengan tinggi gelombang
2,5-4 meter dan hujan lebat akan terjadi di beberapa wilayah.
"Diantaranya di perairan laut Andaman, Sumatera Barat,
Kepulauan Mentawai, perairan Bengkulu, Pulau Enggano, perairan Barat Lampung,
Selat Sunda bagian Selatan, perairan selatan Pulau Jawa, Bali, dan NTB,"
jelas Marwansyah di Jakarta.
Untuk itu, dikatakan Marwansyah maka dalam mencegah
terjadinya kecelakaan laut, agar para kepala UPT melakukan beberapa tindakan
preventif.
Pertama, melakukan pemantauan ulang kondisi cuaca setiap
hari melalui portal Badan Meterorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk
selanjutnya menyebarluaskan hasil pantauan kepada pengguna jasa dan
menempelkannya di terminal penumpang.
"Bila kondisi cuaca membahayakan keselamatan, maka
pemberian Surat Persetujuan Berlayar (SPB) agar ditunda hingga kondisi cuaca di
wilayah yang akan dilayari benar-benar aman," ujar Marwansyah.
Kepada operator kapal khususnya nakhoda, diminta untuk
melakukan pemantauan cuaca sekurang-kurangnya enam jam sebelum berlayar untuk
selanjutnya melaporkan kepada syahbandar guna mengajukan permohonan SPB.
Lebih lanjut Marwansyah menyebutkan bahwa saat dalam
pelayaran, nakhoda juga harus melaporkan kondisi cuaca minimal enam jam sekali
dan melaporkan kepada Stasiun Radio Pantai (SROP) terdekat dan dicatatkan dalam
log book.
"Bila kapal mendadak
menghadapi cuaca buruk, maka nakhoda segera melayari kapalnya ke tempat
yang lebih aman dengan ketentuan kapal dalam kondisi siap digerakkan,"
imbuh Marwansyah.
Setelah berlindung, nakhoda kapal wajib melaporkan ke
Syahbandar dan SROP terdekat dengan menginformasikan posisi kapal dengan jelas.
Tak hanya kepada nakhoda, dalam Maklumat Pelayaran itu,
Marwansyah menugaskan juga kepada Kepala Pangkalan PLP dan Kepala Distrik
Navigasi agar seluruh kapal patroli KPLP dan kapal negara Kenavigasian pada
posisi siaga dan segera dilayarkan pada saat menerima informasi bahaya dan atau
kecelakaan kapal.
"Kepala SROP dan nakhoda kapal negara juga agar
memantau dan menyebarluaskan kondisi cuaca dan bila terjadi kecelakaan maka
harus segera berkoordinasi dengan Kepala Pangkalan," tutup Marwansyah. (*)