Direkutr Lalu Lintas dan Angkutan Ditjen Hubla, Bay M. Hasani |
Jakarta,
eMaritim.com – Untuk mengoptimalisasi program tol luat, pemerintah merevisi
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 106 Tahun 2015 menjadi Perpres Nomor 70
Tahun 2017. Pengoptimalisasian ini nantinya akan semakin mensinergiskan antara
perhubungan laut dengan perhubungan darat dan udara, dalam hal ini
pendistribusian bahan pokok.
Direktur
Lalu Lintas dan Angkutan (Dirlala) Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Ditjen
Hubla), Bay Hasani mengatakan, dengan pengubahan Perpres ini, nantinya akan
dilakukan juga pengubahan trayek tol laut karena dalam Perpres 70/2017
disebutkan adanya sentra logistik.
“Misalnya
homebase-nya yang tadinya di Makassar
itu diubah ke Surabaya, karena pasarnya adanya di Surabaya,” ujar Bay Hasani
saat konferensi pers di Ruang Sriwijaya Gedung Karsa Kemenhub, Jakarta, Rabu
(16/8).
Ia
menambahkan, ‘Rumah Kita’ ini bertugas membantu program tol laut untuk
menyimpan, mengkonsodiliasikan, dan mendistribusikan, serta merekrut para
pedagang. Hal ini dikarenakan ‘Rumah Kita’ tidak mungkin bisa berdagang dalam
jumlah yang besar, maka diperlukan perekrutn pedagang daerah yang bekerjasama
dengan dinas terkait di sejumlah daerah ini.
”Seperti halnya konsep Grey Maritim dari Kementerian Perdagangan,” papar Bay.
Bay
melanjutkan, kelembagaan sentra logistik ini, juga akan menjadi penugasan
sesuai dengan Perpres 70/2017, seperti Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) Badan
Usaha Logistik (Bulog), serta Semen Indonesia. Ketiga perusahaan milik Badan
Usaha Milik Negera (BUMN) ini sudah siap untuk melakukan pengiriman barang ke
sejumlah daerah.
“Hal
ini dilakukan dalam rangka mendukung suplai barang melalui ‘Rumah Kita’ dan tol
laut,” tambahnya.
Terkait
pengiriman barang dengan konsep sentra logistik ini, Bay menjelaskan, akan ada penurunan
disparitas harga. Berdasarkan data Ditjen Hubla yang diperoleh dari PT. Pelindo
IV (Persero), penurunan disparitas harga semen di tingkat konsumen. Seperti di Wamena,
dari Rp 500.000/sak menjadi Rp 300.000/sak, atau sekitar 40 %. Selain itu,
harga semen di Puncak Jaya dari Rp 2.500.000/sak turun menjadi Rp 1.800.000,
atau sekitar 28 %.
Disparitas
harga ini juga terjadi pada harga beras di tingkat konsumen. Seperti di Tobelo,
Sorong, Bontang, Ternate, dan Biak yang rata-rata Rp 13.000/kg menjadi
rata-rata Rp 10.500/kg atau sekitar 20 %.
“Harga
akan semakin turun jika disinergiskan dengan jembatan udara, yakni perintis udara
(bandara-bandara perintis), serta subsidi kargo udara atau subsidi jalur-jalur
komersil. Begitu juga pada angkutan darat yang bisa dilayani dengan mensubsidi
Damri,” kata Bay.
Perihal
trayek yang sedang berjalan, Bay mengharapkan di tahun 2018 ini trayeknya akan
bertambah. Anggaran yang sebelumnya direncanakan ada 13 trayek, pihaknnya akan
memanfaatkan kapal perintis.
“Anggaran
‘Rumah Kita’ belum tahu dari Kemenhub atau
BUMN, tapi tahun ini belum dianggarkan dari Kemenhub. Saat ini jalan
jalan mandiri saja,” pungkasnya. (VIN)