Jakarta 18 Maret 2017, eMaritim.com
Heboh mengenai akan dibangunnya terusan Kra di Thailand membuat banyak pihak cemas akan nasib industri maritim Indonesia pasca dibuka nya terusan tersebut yang direncanakan 2025, terlebih kehebohan itu setelah membaca asumsi yang di ilustrasikan berbagai media dan blog pribadi yang ramai belakangan di Indonesia. Untuk hal tersebut eMaritim memberikan informasi dan pandangan mengenai kemungkinan yang terjadi apabila Terusan Kra benar benar beroperasi.
Seperti diketahui bersama dunia ini mempunyai 2 terusan yang fenomenal yaitu Terusan Suez dan Terusan Panama dimana masing masing terusan tersebut bisa menghemat jarak lintas benua sampai sebanyak 7000 km untuk Suez dan 13000 km untuk Panama. Jarak sepanjang itu tentu akan menghemat banyak hal, mulai dari waktu, uang, bahan bakar dan ketepatan mengantar muatan ke tujuan. Dengan perhitungan jarak yang bisa dihemat oleh Terusan Kra sepanjang 1200 km tentu tidak sepadan membandingkan Kra dengan Suez ataupun Panama, beda kelas. Negara yang akan terpengaruh paling besar tentunya Singapura, sedangkan Indonesia mungkin hanya dari penerimaan pemanduan selat Sumatera saja (nama yang lebih baik dari Selat Malaka seperti yang diusulkan IKPPNI), karena selama ini Singapura dikenal sebagai pelabuhan transit. Lalu apakah Singapura benar-benar akan digerogoti dengan adanya Terusan Kra ?
Dahulu Singapura memang hanyalah diuntungkan dengan posisi sebagai pelabuhan transit, tetapi dengan berkembangnya zaman Singapura telah berubah menjadi sebuah kekuatan ekonomi di Asia Tenggara. Bisnis lebih mudah di prediksi dengan stabilnya keadaan politik disana. Ketepatan waktu dalam membongkar dan memuat kapal sudah berada pada level yang sangat tinggi, disamping Singpura adalah pelabuhan tersibuk didunia yang sangat teratur. Kebebasan perdagangan di Singapura juga faktor penunjang kenapa selama ini negara itu masih tidak tergoyahkan walaupun tetangganya mencoba membuat tandingan dengan membuat pelabuhan-pelabuhan serupa.
Thailand masih harus menunjukkan seberapa efisien penanganan kapal transit jika lewat Kra, karena tidak bisa dipungkiri akan ada waktu tunggu, proses imigrasi, masalah tarif dan hal-hal lain yang perlu pembuktian. Hal yang tidak bisa dilupakan adalah lewat Selat Sumatra bebas biaya, waktu tunggu serta urusan formal lainnya. Semua gratis dan isu perompak yang dahulu sangat terkenal pun sudah hampir tidak ada lagi. Tidak mudah dan tidak murah membawa kapal VLCC melewati daerah sempit, ada biaya pemanduan, kapal tunda, dan hal lain yang perlu dipersiapkan dengan maksimal. Sebuah kecelakaan saja di saat transit akan membuat Asuransi akan menolak kapal-kapal yang di asuransikannya untuk melewati terusan tersebut.
Lalu apakah Indonesia dan Singapura akan berdiam diri saja dengan akan adanya hal ini. Seperti sebuah bisnis pada umumnya, begitu ada tanda tanda pesaing hebat akan muncul maka kedua negara ini bisa bergandengan tangan untuk membuat Selat Sumatera tetap menjadi primadona. Pelayanan pemanduan yang baik, waktu tempuh yang dipersingkat serta fasilitas di selat masih sangat mungkin di tingkatkan.
Sebenarnya masih ada banyak terusan serupa setingkat regional seperti Kiel Kanal di Jerman, Corinthians kanal di Yunani atau bahkan Meksiko yang dulu juga pernah ingin membuat terusan di negaranya sebelum di gertak Amerika untuk tidak dilanjutkan. Jadi kecemasan Indonesia dan Singapura akan kehadiran Kra bahkan bisa berbuah kerja yang lebih giat lagi dalam mempersiapkan dagangan unggulan nya yaitu Selat Sumatera. Sementara buat Indonesia sendiri hal itu tidak akan banyak berpengaruh karena negara kita adalah tujuan muatan dan asal muatan bukan tempat transit. Muatan dari dan ke Indonesia sebaiknya di maksimalkan sehingga kehidupan di perairan Nusantara tidak terpengaruh dengan adanya perubahan di luar sana. Pemerintah harus jeli menjaga Azaz Cabotage di Indonesia, karena bagaimanapun para tetangga kita tidak bahagia dengan adanya Azaz Cabotage di Indonesia. Pada akhirnya Kra hanyalah sebuah alternatif buat kapal kapal Jepang, Korea, dan China selain lewat Selat Sumatera. Pelabuhan yang paling diuntungkan dengan adanya Kra adalah Bangkok, dan China. Suatu saat jika kapal yang melewati Terusan Kra tidak memenuhi ekspektasi maka Thailand harus siap siap menangisi keputusan tersebut dengan investasinya yang ambisius. Jadi negara mana yang paling terdampak dengan adanya Terusan Kra ? Thailand !! (Capt Zaenal A Hasibuan)
Heboh mengenai akan dibangunnya terusan Kra di Thailand membuat banyak pihak cemas akan nasib industri maritim Indonesia pasca dibuka nya terusan tersebut yang direncanakan 2025, terlebih kehebohan itu setelah membaca asumsi yang di ilustrasikan berbagai media dan blog pribadi yang ramai belakangan di Indonesia. Untuk hal tersebut eMaritim memberikan informasi dan pandangan mengenai kemungkinan yang terjadi apabila Terusan Kra benar benar beroperasi.
Seperti diketahui bersama dunia ini mempunyai 2 terusan yang fenomenal yaitu Terusan Suez dan Terusan Panama dimana masing masing terusan tersebut bisa menghemat jarak lintas benua sampai sebanyak 7000 km untuk Suez dan 13000 km untuk Panama. Jarak sepanjang itu tentu akan menghemat banyak hal, mulai dari waktu, uang, bahan bakar dan ketepatan mengantar muatan ke tujuan. Dengan perhitungan jarak yang bisa dihemat oleh Terusan Kra sepanjang 1200 km tentu tidak sepadan membandingkan Kra dengan Suez ataupun Panama, beda kelas. Negara yang akan terpengaruh paling besar tentunya Singapura, sedangkan Indonesia mungkin hanya dari penerimaan pemanduan selat Sumatera saja (nama yang lebih baik dari Selat Malaka seperti yang diusulkan IKPPNI), karena selama ini Singapura dikenal sebagai pelabuhan transit. Lalu apakah Singapura benar-benar akan digerogoti dengan adanya Terusan Kra ?
Dahulu Singapura memang hanyalah diuntungkan dengan posisi sebagai pelabuhan transit, tetapi dengan berkembangnya zaman Singapura telah berubah menjadi sebuah kekuatan ekonomi di Asia Tenggara. Bisnis lebih mudah di prediksi dengan stabilnya keadaan politik disana. Ketepatan waktu dalam membongkar dan memuat kapal sudah berada pada level yang sangat tinggi, disamping Singpura adalah pelabuhan tersibuk didunia yang sangat teratur. Kebebasan perdagangan di Singapura juga faktor penunjang kenapa selama ini negara itu masih tidak tergoyahkan walaupun tetangganya mencoba membuat tandingan dengan membuat pelabuhan-pelabuhan serupa.
Thailand masih harus menunjukkan seberapa efisien penanganan kapal transit jika lewat Kra, karena tidak bisa dipungkiri akan ada waktu tunggu, proses imigrasi, masalah tarif dan hal-hal lain yang perlu pembuktian. Hal yang tidak bisa dilupakan adalah lewat Selat Sumatra bebas biaya, waktu tunggu serta urusan formal lainnya. Semua gratis dan isu perompak yang dahulu sangat terkenal pun sudah hampir tidak ada lagi. Tidak mudah dan tidak murah membawa kapal VLCC melewati daerah sempit, ada biaya pemanduan, kapal tunda, dan hal lain yang perlu dipersiapkan dengan maksimal. Sebuah kecelakaan saja di saat transit akan membuat Asuransi akan menolak kapal-kapal yang di asuransikannya untuk melewati terusan tersebut.
Lalu apakah Indonesia dan Singapura akan berdiam diri saja dengan akan adanya hal ini. Seperti sebuah bisnis pada umumnya, begitu ada tanda tanda pesaing hebat akan muncul maka kedua negara ini bisa bergandengan tangan untuk membuat Selat Sumatera tetap menjadi primadona. Pelayanan pemanduan yang baik, waktu tempuh yang dipersingkat serta fasilitas di selat masih sangat mungkin di tingkatkan.
Sebenarnya masih ada banyak terusan serupa setingkat regional seperti Kiel Kanal di Jerman, Corinthians kanal di Yunani atau bahkan Meksiko yang dulu juga pernah ingin membuat terusan di negaranya sebelum di gertak Amerika untuk tidak dilanjutkan. Jadi kecemasan Indonesia dan Singapura akan kehadiran Kra bahkan bisa berbuah kerja yang lebih giat lagi dalam mempersiapkan dagangan unggulan nya yaitu Selat Sumatera. Sementara buat Indonesia sendiri hal itu tidak akan banyak berpengaruh karena negara kita adalah tujuan muatan dan asal muatan bukan tempat transit. Muatan dari dan ke Indonesia sebaiknya di maksimalkan sehingga kehidupan di perairan Nusantara tidak terpengaruh dengan adanya perubahan di luar sana. Pemerintah harus jeli menjaga Azaz Cabotage di Indonesia, karena bagaimanapun para tetangga kita tidak bahagia dengan adanya Azaz Cabotage di Indonesia. Pada akhirnya Kra hanyalah sebuah alternatif buat kapal kapal Jepang, Korea, dan China selain lewat Selat Sumatera. Pelabuhan yang paling diuntungkan dengan adanya Kra adalah Bangkok, dan China. Suatu saat jika kapal yang melewati Terusan Kra tidak memenuhi ekspektasi maka Thailand harus siap siap menangisi keputusan tersebut dengan investasinya yang ambisius. Jadi negara mana yang paling terdampak dengan adanya Terusan Kra ? Thailand !! (Capt Zaenal A Hasibuan)