Jakarta 6 Desember 2016, eMaritim.com
Kecelakaan kapal laut kembali terjadi di Indonesia, sebuah kapal pengangkut ternak Sinar Mutiara yang berlayar dari Sampang Madura menuju Banjarmasin dan Tongkang
Low Kim Chuan yang berlayar dari Port Klang, Malaysia dengan tujuan Kabupaten Bengkalis terbalik dilaut dan tenggelam.
Kapal Sinar Mutiara mengangkut 140 ekor sapi, 900 ekor kambing, dan 16 orang ABK terbalik dan tenggelam kemarin siang (5/12) sekitar pukul 13.00 di perairan Sampang, Madura. Hingga saat berita ini diturunkan pencarian masih dilakukan dengan melibatkan Nelayan dan kapal SAR milik Petronas yg beroperasi di Madura. Pencarian sempat dihentikan semalam dikarenakan jarak pandang yang terbatas.
Sementara tongkang yang mengangkut kontainer di Selat Malaka tebalik tetapi tidak ada awak kapal diatas tongkang yang ditarik oleh Tug boat.
Dalam sebuah wawancara di Kementerian Perhubungan, Jakarta Pusat, Senin, 28 November 2016 Menteri Perhubungan Budi Karya Samadi menuturkan "kecelakaan di laut memang cukup menyedihkan, terlebih hampir setiap pekan insiden itu terjadi. Meski kapal yang mengalami kecelakaan adalah kapal asing atau kapal tidak bersertifikat, kalau terjadi di wilayah Indonesia, tetap tanggung jawab Kementerian Perhubungan".
Sedihnya, dalam kebanyakan insiden kecelakaan baik Anak Buah Kapal, Pejabat di lokasi dan Media memberitakan penyebab kecelakaan adalah cuaca buruk, dihantam badai, gelombang besar dan fenomena alam lainnya.
Tidak ada yang pernah menyadari bahwa Indonesia adalah negara di khatulistiwa dimana kita tidak akan pernah mengalami angin kencang seperti di Pacific ataupun Atlantik serta daerah sub tropik dan negara negara dibagian utara/ selatan bumi ini.
Kapal terbalik/ Capsize di sebabkan oleh 2 hal: muatan bergeser/ Free Surface moment dan Kebocoran kapal/ Water Ingress. Kedua hal tersebut menyebabkan Stabilitas kapal menjadi berubah dari Initial Stability Calculation sebelum kapal berlayar.
Parahnya banyak crew kapal yang tidak tau menghitung Stability untuk mengetahui GM kapal (Gravity-Metacentric) apakah sufficient untuk berlayar dan pemahaman yang salah soal Layak Laut yang diartikan hanya kepada sertifikatnya valid saja, tetapi terhadap setiap pelayaran dan keadaan cuaca yang akan dihadapi banyak yang tidak memahami. Kesiapan kapal dari sisi Stabilitas, kedap air dan lashing muatan banyak diabaikan, sehingga kapal menjadi rentan bahkan terhadap cuaca yang masih terbilang ramah di Kolam Susu ini.
Di Negara-negara dimana lautnya benar-benar ganas seperti di North Atlantic ataupun North Pacific, untuk memuat Grain (biji-bijian) didalam Palka pun setiap kapal di wajibkan menghitung heeling moment kapal sampai ke radian nya. Apalagi muatan yang titik gravity nya tinggi seperti Kapal Kontainer, Cattle Ship dan dan sejenisnya. Selain lashing muatan harus benar benar kuat, Keadaan Tangki-tangki cairan harus benar benar baik (kosong atau penuh) untuk menghindari Free Surface Moment yang bisa berakibat mengecilnya Nilai Stabilitas kapal sehingga Righting Arm ( GZ ) tidak cukup untuk mengembalikan kapal ke posisi tegak setelah mendapat external force (angin/ ombak) yang cukup kuat. Apabila hal tersebut tidak bisa dipenuhi, maka izin berlayar dari Syahbandar tidak akan pernah didapat. Hebatnya lagi, semua perhitungan tersebut harus dilakukan oleh Nakhoda atau Mualim 1 didepan Syahbandar nya langsung!.
Jika pelaut nya tidak paham akan hal ini, ditambah lagi syahbandar nya bahkan tidak pernah mendengar hal ini maka kapal terbalik dan tenggelam akan menjadi berita rutin seperti yang diucapkan Bapak Menteri.
Di Eropa, Amerika Utara, Jepang dan negara-negara maju lainnya, filter untuk hal ini ada di 2 sektor. Pertama adalah knowledge pelaut yang kedua knowledge Harbor Master. Bagaimana dengan kita?(zah)
Kecelakaan kapal laut kembali terjadi di Indonesia, sebuah kapal pengangkut ternak Sinar Mutiara yang berlayar dari Sampang Madura menuju Banjarmasin dan Tongkang
Low Kim Chuan yang berlayar dari Port Klang, Malaysia dengan tujuan Kabupaten Bengkalis terbalik dilaut dan tenggelam.
Kapal Sinar Mutiara mengangkut 140 ekor sapi, 900 ekor kambing, dan 16 orang ABK terbalik dan tenggelam kemarin siang (5/12) sekitar pukul 13.00 di perairan Sampang, Madura. Hingga saat berita ini diturunkan pencarian masih dilakukan dengan melibatkan Nelayan dan kapal SAR milik Petronas yg beroperasi di Madura. Pencarian sempat dihentikan semalam dikarenakan jarak pandang yang terbatas.
Sementara tongkang yang mengangkut kontainer di Selat Malaka tebalik tetapi tidak ada awak kapal diatas tongkang yang ditarik oleh Tug boat.
Dalam sebuah wawancara di Kementerian Perhubungan, Jakarta Pusat, Senin, 28 November 2016 Menteri Perhubungan Budi Karya Samadi menuturkan "kecelakaan di laut memang cukup menyedihkan, terlebih hampir setiap pekan insiden itu terjadi. Meski kapal yang mengalami kecelakaan adalah kapal asing atau kapal tidak bersertifikat, kalau terjadi di wilayah Indonesia, tetap tanggung jawab Kementerian Perhubungan".
Sedihnya, dalam kebanyakan insiden kecelakaan baik Anak Buah Kapal, Pejabat di lokasi dan Media memberitakan penyebab kecelakaan adalah cuaca buruk, dihantam badai, gelombang besar dan fenomena alam lainnya.
Tidak ada yang pernah menyadari bahwa Indonesia adalah negara di khatulistiwa dimana kita tidak akan pernah mengalami angin kencang seperti di Pacific ataupun Atlantik serta daerah sub tropik dan negara negara dibagian utara/ selatan bumi ini.
Kapal terbalik/ Capsize di sebabkan oleh 2 hal: muatan bergeser/ Free Surface moment dan Kebocoran kapal/ Water Ingress. Kedua hal tersebut menyebabkan Stabilitas kapal menjadi berubah dari Initial Stability Calculation sebelum kapal berlayar.
Parahnya banyak crew kapal yang tidak tau menghitung Stability untuk mengetahui GM kapal (Gravity-Metacentric) apakah sufficient untuk berlayar dan pemahaman yang salah soal Layak Laut yang diartikan hanya kepada sertifikatnya valid saja, tetapi terhadap setiap pelayaran dan keadaan cuaca yang akan dihadapi banyak yang tidak memahami. Kesiapan kapal dari sisi Stabilitas, kedap air dan lashing muatan banyak diabaikan, sehingga kapal menjadi rentan bahkan terhadap cuaca yang masih terbilang ramah di Kolam Susu ini.
Di Negara-negara dimana lautnya benar-benar ganas seperti di North Atlantic ataupun North Pacific, untuk memuat Grain (biji-bijian) didalam Palka pun setiap kapal di wajibkan menghitung heeling moment kapal sampai ke radian nya. Apalagi muatan yang titik gravity nya tinggi seperti Kapal Kontainer, Cattle Ship dan dan sejenisnya. Selain lashing muatan harus benar benar kuat, Keadaan Tangki-tangki cairan harus benar benar baik (kosong atau penuh) untuk menghindari Free Surface Moment yang bisa berakibat mengecilnya Nilai Stabilitas kapal sehingga Righting Arm ( GZ ) tidak cukup untuk mengembalikan kapal ke posisi tegak setelah mendapat external force (angin/ ombak) yang cukup kuat. Apabila hal tersebut tidak bisa dipenuhi, maka izin berlayar dari Syahbandar tidak akan pernah didapat. Hebatnya lagi, semua perhitungan tersebut harus dilakukan oleh Nakhoda atau Mualim 1 didepan Syahbandar nya langsung!.
Jika pelaut nya tidak paham akan hal ini, ditambah lagi syahbandar nya bahkan tidak pernah mendengar hal ini maka kapal terbalik dan tenggelam akan menjadi berita rutin seperti yang diucapkan Bapak Menteri.
Di Eropa, Amerika Utara, Jepang dan negara-negara maju lainnya, filter untuk hal ini ada di 2 sektor. Pertama adalah knowledge pelaut yang kedua knowledge Harbor Master. Bagaimana dengan kita?(zah)