Buku Pelaut | Sumber Foto: Istimewa |
Jakarta, eMaritim.com - Seiring dengan kebutuhan pelayanan
jasa transportasi laut yang cepat, praktis, akurat, efektif dan efisien,
Kementerian Perhubungan cq. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut terus berupaya
memberikan pelayanan publik yang terintegrasi dalam sistem informasi berbasis
online. Salah satunya dengan menyediakan lokasi penerbitan Buku Pelaut yang
tersebar di berbagai wilayah.
Buku Pelaut merupakan dokumen negara yang berbentuk buku dan
dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, untuk keperluan
pelayaran. Sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM. 30 Tahun 2008
tentang Dokumen Identitas Pelaut, disebutkan bahwa setiap orang yang bekerja
sebagai awak kapal pada kapal niaga berukuran 35 GT atau lebih, untuk kapal
motor ukuran 105 GT atau lebih untuk kapal tradisional atau kapal perikanan
berukuran panjang 12 meter atau lebih wajib memiliki Buku Pelaut.
Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Ir. A. Tonny Budiono, MM
menyatakan bahwa Buku Pelaut merupakan dokumen penting yang harus dimiliki oleh
Pelaut yang dipergunakan untuk berlayar. “Buku Pelaut diberikan kepada pelaut
yang memiliki sertifikat keahlian pelaut atau sertifikat keterampilan pelaut
serta taruna yang akan melaksanakan praktik berlayar di kapal,” ujar Tonny.
Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Perhubungan
Laut tentunya berkomitmen untuk mempermudah pelayanan dalam menerbitkan Buku
Pelaut bagi para pelaut Indonesia yang akan berlayar di perairan dalam maupun
luar negeri. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Surat Edaran Direktur
Jenderal Perhubungan Laut Nomor: UM.003/79/12-DJPL-16 tanggal 26 Oktober 2016
tentang Pelayanan Buku Pelaut dan Sertifikat Basic Safety Training (BST).
“Saat ini ada 42 (empat puluh dua) lokasi yang berwenang
untuk menerbitkan Buku Pelaut, yaitu Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, 3
(tiga) Kantor Atase Perhubungan dan 38 (tiga puluh delapan) Kantor Unit
Pelayanan Teknis yang tersebar di seluruh Indonesia. Para pelaut yang akan
mengurus Buku Pelautnya dapat mendatangi lokasi yang terdekat dengan
wilayahnya,” kata Tonny.
Direktur Jenderal Perhubungan Laut juga mengungkapkan bahwa
dengan menyediakan lokasi yang strategis dalam penerbitan buku pelaut tersebut
maka pelaut dapat memperoleh Buku Pelaut dengan mudah dan pasti, lebih
transparan dan proses pengurusan jauh lebih cepat.
“Kita ingin agar masyarakat menyadari bahwa Direktorat
Jenderal Perhubungan Laut itu melayani penerbitan Buku Pelaut dengan mudah dan
cepat sesuai prosedur resmi dan ketentuan yang berlaku, sehingga para pelaut
akan semakin aman dan nyaman di dalam pengurusan dokumen pelautnya,” tegas
Dirjen Hubla.
Saat ini penerbitan Buku Pelaut dapat dilakukan di 38 (tiga
puluh delapan) UPT yaitu Kantor Syahbandar Utama Pelabuhan Belawan, Kantor
Syahbandar Utama Pelabuhan Tanjung Priok, Kantor Syahbandar Utama Pelabuhan
Tanjung Perak, Kantor Syahbandar Utama Pelabuhan Makassar, Kantor
Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Dumai, KSOP Teluk Bayur, KSOP
Palembang, KSOP Panjang, KSOP Cirebon, KSOP Tanjung Emas, KSOP Cilacap, KSOP Pontianak,
KSOP Banjarmasin, KSOP Balikpapan, KSOP Samarinda, KSOP Bitung, KSOP Ambon,
KSOP Sorong, KSOP Biak, Kantor Pelabuhan Kelas I Batam, KSOP Benoa, KSOP Jambi,
KSOP Lhoksemuawe, KSOP Tanjung Pinang, KSOP Sunda Kelapa, KSOP Pekan Baru, KSOP
Lembar, KSOP Manado, KSOP Merak Banten, KSOP Malahayati, KSOP Pantoloan, KSOP
Pulau Sambu, KSOP Kendari, KSOP Gresik, KSOP Jayapura dan KSOP Ternate.
Disamping 38 lokasi tersebut, pengurusan dan penerbitan Buku
Pelaut dapat dilakukan juga di Kantor Atase Perhubungan Singapura, Kantor Atase
Perhubungan Tokyo, Kantor Atase Perhubungan Malaysia dan Kantor Pusat
Kementerian Perhubungan sehingga total lokasi untuk pengurusan dan penerbitan
Buku Pelaut berjumlah 42 lokasi.
Terkait dengan penyederhanaan sertifikat kompetensi pelaut,
Direktur Jenderal Perhubungan Laut menegaskan hanya akan menerbitkan sertifikat
Basic Safety Training (BST) kepada pelaut yang telah mengikuti pendidikan dan
pelatihan di lembaga Diklat Negeri maupun Swasta. “Bagi pelaut yang bekerja di
Kapal Perikanan yang berlayar di luar negeri wajib memiliki Buku Pelaut dan
sertifikat BST yang pendidikan dan pelatihannya dilaksanakan selama 8 (delapan)
hari di Lembaga Diklat Negeri maupun Swasta,” jelas Tonny.
Sedangkan untuk pelaut yang bekerja di kapal Perikanan
industri wajib memiliki Buku Pelaut dan sertifikat BST yang pendidikan dan
pelatihannya dilaksanakan selama 3 (tiga) hari di Lembaga Diklat Negeri maupun
swasta. Namun untuk nelayan kecil, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut
memberikan kemudahan persyaratan. “ Bagi nelayan kecil yang bekerja di kapal
Perikanan yang panjang kapalnya kurang dari 34 (tiga puluh empat) meter hanya
diberikan penyuluhan tentang Keselamatan Pelayaran,” lanjut Dirjen Hubla.
“Hal tersebut
menunjukkan bahwa Ditjen Hubla menaruh perhatian untuk memberikan pelayanan
yang terbaik kepada masyarakat pengguna jasa transportasi laut dengan
memberikan kemudahan dan penyederhanaan persyaratan yang sudah ada terutama
untuk masyarakat yang bersinggungan langsung dengan mata pencaharian
sehari-hari seperti Nelayan kecil,” tutup Tonny Budiono.