Jakarta,eMaritim.Com,- Selang dua bulan sejak diberlakukan larangan alih muatan kapal (transshipment) di tengah laut, kebijakan itu menuai protes sejumlah pelaku usaha perikanan.Di beberapa sentra penangkapan tuna, sejumlah kapal penangkap dan pengangkut ikan mangkrak.
Di Bali, saat ini ekspor tuna merosot sampai 7O persen.Berdasarkan data Asosiasi Tuna Longline Indonesia, ekspor tuna yang biasanya 1,5 ton per hari anjlok O,6 ton per hari sejak diberlakukannya larangan transshipment.Keresahan serupa dirasakan pembudidaya ikan kerapu nasional.Sebanyak 1.O8O ton ikan kerapu siap panen sulit diekspor karena kapal pengangkut ikan dilarang mengambil ikan ke lokasi budidaya.
Larangan alih muatan diatur dalam peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dalam beberapa kesempatan mengatakan,praktik alih muatan kapal menjadi modus penangkapan ikan illegal atau pencurian ikan.Ikan yang diangkut dilarikan ke luar negeri melalui alih muatan kapal di tengah laut.
Pemberantasan terhadap penangkapan ikan illegal memang menjadi komitmen bersama dunia.Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) mendorong upaya memerangi praktik pencurian ikan yang merugikan dan menguras sumber daya.Organisasi Perikanan Regional (Regional Fisheries Management Organization) memperbolehkan alih muatan di tengah laut sepanjang ditempatkan pemantau atau observer pada kapal.(Kps/Lasman)